Jumat, 02 Januari 2009

Surau

Suatu bangunan kecil tempat shalat yang dipergunakan juga sebagai tempat mengaji Alquran bagi anak-anak dan tempat belajar agama bagi orang dewasa. Kata surau berasal dari istilah Melayu Indonesia dan penggunaannya meluas di Asia Tenggara. Pengertian surau ini dalam penggunaannya hampir sama dengan istilah langgar atau musala.

Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil yang terletak di puncak bukit atau di tempat lebih tinggi dibandingkan lingkungannya, dipergunakan untuk penyembahan arwah nenek moyang. Dalam sejarah Minangkabau, diduga bahwa surau itu didirikan pada masa Raja Adityawarman pada tahun 1356 di kawasan Bukit Gombak. Surau tersebut, di samping berfungsi sebagai tempat berkumpul anak-anak muda mempelajari berbagai ilmu pengetahuan serta ketrampilan dan tempat berkumpulnya para lelaki dewasa.
Dengan datangnya Islam ke Sumatera Barat, surau juga mengalami proses islamisasi, walaupun sisa-sisa kesakralan surau di sana masih terlihat jelas, seperti adanya puncak (gonjong) yang merefleksikan kepercayaan mistis dan sekaligus sebagai simbol adat. Namun fungsi surau di sana tetaplah sama hanya saja fungsi keagamaannya menjadi semakin penting.
Di samping dipergunakan sebagai tempat ibadah, surau juga menjadi lembaga pendidikan dan pengajaran serta kegiatan sosial budaya. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi surau di Minangkabau lebih menyerupai pesantren di Pulau Jawa atau pondok di Malaysia. Perkembangan tersebut dimulai sejak Syekh Burhanuddin mendirikan surau di Ulakan, Pariaman, pada abad ke-17 setelah dia kembali dari belajar agama dari Syekh Abdul Rauf Singkel, seorang ulama besar Aceh.

Pada umumnya, surau dalam pengertian pesantren di Sumatera Barat dimiliki dan dikelola oleh syekh secara turun temurun. Surau-surau tersebut biasanya mempunyai banyak bangunan. Bahkan surau besar bisa mempunyai bangunan sampai dua puluh buah atau lebih. Ada bangunan utama, bangunan untuk tamu, tempat suluk, tempat tinggal para murid serta tempat tinggal syekh. Sedangkan penyelenggaraan pendidikannya biasanya tidak mempunyai tingkatan kelas, walau terkadang ada semacam pembagian kelompok murid. Pengelompokannya biasanya berdasarkan kelompok ilmu yang dipelajari oleh murid. Metode pengajaran yang dipakai adalah ceramah, pembacaan dan hafalan yang biasanya dikenal dengan nama halaqah (belajar secara melingkar sekitar guru). Bahkan ada surau-surau yang khusus mengajarkan ilmu-ilmu tertentu saja, seperti bahasa Arab, ilmu fikih, ilmu mantik dan sebagainya.

Pada dasawarsa kedua abad 20, setelah kelompok Muslim modernis mulai memperkenalkan sistem pendidikan klasikal ala Belanda dan juga bentuk madrasah, popularitas surau di kalangan masyarakat Sumatera Barat mulai menurun. Sebenarnya peranan surau sebagai lembaga pendidikan mulai disaingi, sejak pertengahan abad 19, saat pemerintah Belanda mendirikan sekolah di kota-kota yang merupakan benteng-benteng. Sejak tahun 1933 jumlah surau di Sumatera Barat terus menurun. Adapun setelah zaman kemerdekaan, hanya beberapa surau dengan sistem pesantren saja yang masih bertahan.

Pokok-pokok Pikiran Islam & Intelektual Minangkabau

Belakangan ini keberadaan intelektual atau secara khusus ulama Minangkabau sering diperkatakan orang Minangkabau sendiri maupun oleh orang luar Minangkabau.

Pembicaraan ini muncul karena selama ini Minangkabau dikenal orang sebagai gudangnya ulama dan pemasok ulama terbesar untuk daerah daerah lainnya. Suara ulama Minangkabau bersipongang ke seantero tanah air kita.
Sipongang seperti pada waktu ini dirasakan tidak begitu lagi. Sebenarnya membicara "Ulama Minangkabau" pada waktu ini tidak relevan lagi, karena telah begitu meluasnya wawasan kita. Batas antara Minang dengan yang bukan Minang sudah mulai kabur, setidaknya dalam pembicaraan.
Dalam kesempatan ini perlu juga diperkatakan keberadaan intelektual Minangkabau sekedar untuk memberikan kepuasan perasaan kita bahwa keberadaan ulama dan intelektual Minang tidak perlu lagi diperkatakan, bahasan dibawah ini mengarah kepada perkembangan lembaga pendidikan agama yang merupakan lembaga penghasil ulama.
Bahasan berupa garis besar.

TRADISI KEILMUAN DI LINGKUNGAN MINANGKABAU
Menuntut ilmu merupakan kewajiban agama dalam Islam, sebagaimana dapat dirujuk dari sumber pokok ajarannya yaitu Qur'an dan Sunnah Nabi. Oleh karena itulah adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam di lingkungan adat Minangkabau hampir sama tuanya dengan masuk dan tersiarnya Islam diwilayah Minangkabau.
Walaupun pada masa perkembangan ilmu pengetahuan Islam abad III dan IV Hijriyah ilmu agama mencakup ilmu-ilmu uluhiyah (atau disebut waktu ini dengan ilmu agama) dan ilmu kauniyah (disebut sekarang dengan ilmu umum), namun yang masuk dan berkembang di wilayah Minangkabau untuk abad pertama hanyalah ilmu uluhiyah.
Mungkin disebabkan pada waktu masuknya Islam di Minangkabau ilmu-ilmu uluhiyah itulah yang amat dipentingkan orang.
Lembaga pendidikan agama pertama diwilayah adat Minangkabau adalah "Surau".
Karakteristik dari surau adalah suatu tempat pendidikan dan sekaligus tempat tinggal murid dan guru, sehingga memungkinkan keberadaan murid bersama guru dalam waktu relatif lebih panjang, dalam waktu masa terjadi transfer ilmu dan pengalaman guru kepada murid. Dengan cara ini regenerasi ulama berlangsung secara alamiyah.
Surau dikenal sebagai lembaga pendidikan agama pertama diwilayah Minangkabau adalah surau Syekh Burhanuddin di Ulakan Pariaman didirikan sekitar abad ke 17.
Surau ini didatangi oleh murid-murid dari berbagai pelosok Minangkabau, yang pada gilirannya setelah murid itu kembali ke negerinya juga mendirikan surau pula.
Selanjutnya bermunculan surau-surau di wilayah ini nama surau ini menggunakan nama ulama yang mengasuhnya antara lain :
· Surau Tuanku Mansiangan nan Tuo di Paninjauan
· Surau Tuanku Rao
· Surau Tuanku Kecil di Koto Gadang
· Surau Tuanku di Talang
· Surau Tuanku di Sumanik
· Surau Tuanku di Koto Baru
· Surau Tuanku Nan Tuo di Ampek Angkek
· Surau Tuanku di Kamang
· Surau Tuanku Pakih Sagir
Pada dasarnya di surau surau dipelajari menulis dan membaca Al Qur'an dan ilmu ilmu agama yang secara garis besarnya terdiri ilmu akidah, ilmu syari'ah, dan ilmu akhlak.
Karena menurut adat Minangkabau anak-anak muda menjelang kawin tinggal disurau, dengan sendirinya semua orang Minangkabau masa itu telah pandai membaca al Qur'an berikut menulisnya dan secara dasar mengetahui ilmu agama dalam bentuk alamiyah dan pengetahuan.
Dengan demikian lembaga surau telah membebaskan orang Minangkabau dari buta aksara dan telah berhasil mencetak ulama.
Tiga orang tokoh ulama yang menyiarkan agama di Sulawesi Selatan dan popular dikalangan umat Islam Sulawesi Selatan sampai waktu ini yaitu :
· datuak Ribandang
· Datuak Patimang
· Datuak Ritiro
Adalah ulama yang dihasilkan oleh pendidikan surau di Minangkabau.
Akhir abad ke 18 surau surau mendapat perkembangan baru dengan kembalinya tiga orang ulama Minangkabau dari Timur Tengah yaitu :
· Haji Miskin
· Haji Piobang
· Haji Sumanik

Pengajian surau yang sebelumnya lebih banyak mengarah kepada tasawuf mengarah akidah dan syari'ah yang lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran Hambali.
Kelompok ini dengan ajaran barunya disebut golongan muda sedangkan kelompok ulama sebelumnya disebut golongan tua.
Pada masa berikutnya surau berkembang pesat dimana pada akhir abad ke 19 terkenal nama beberapa surau di pelosok Minangkabau.
Pengasuh yang selama ini disebut tuanku , pada waktu belakangan bernama "Syekh" dan nama suraupun dinisbahkan kepada nama pengasuhnya, antara lain yaitu :
· Surau Syekh Abdulah Khatib Ladang laweh
· Surau Syekh Muhammad Jamil Tungkar
· Surau Syekh Tuanku Kolok M.Ali Di Sungayang
· Surau Syekh Abdul Manan Padang Gantiang
· Surau Syekh Muhammad Soleh Padang Kandis
· Surau Syekh Abdulah Padang Japang
· Surau Syekh Ahmad alang Laweh
· Surau syekh Amarullah Maninjau

Disamping pendidikan agama berkembang di Minangkabau, Pemerintah Belanda memasukkan pendidikan barat diwilayah ini pertengahan abad ke !9.
Materi dari pendidikan ini sebenarnya adalah salah satu sisi pendidikan yang berkembang pada mulanya dengan nama ilmu kauniyah, yang tidak ikut masuk dalam penyiaran ilmu diwilayah Minangkabau.
Pendidikan barat itu diikuti secara terbatas oleh beberapa orang yang duduk di kota dan sekitarnya.
Motivasi dari pemerintahan Belanda mendirikan sekolah-sekolah umum pada mulanya adalah untuk menghasilkan pegawai pegawai dikantor kantor Belanda dengan gaji murah dan diarahkan untuk kepentingan Belanda.
Materi dari pelajaran sedapat mungkin menghindarkan murid-murid berfikir bebas yang akan membahayakan kedudukan penjajahannya. Sebaliknya disurau-surau diberikan kebebasan beberapa materi ilmu untuk mendidik murid berpikir nasional dan menumbuhkan sikap perlawanan terhadap kekuasaan yang dianggap membatasi gerakannya.
Dari dua tipe lembaga Pendidikan yang berkembang diwilayah Minangkabau itu dalam hubungannya dengan kekuasaan penjajahan, pada waktu itu alumni surau lebih militan.
Keduanya berjalan dengan kompetisi yang sehat dan keduanya terdiri dari dari orang Minang yang taat beragama.
Memasuki abad yang ke 20 Minangkabau menghasilkan "ulama" yang memiliki keahlian ilmu agama dan cendikiawan Muslim yaitu orang islam yang mempunyai keahlian ilmu umum dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan waktunya.
Kedua kelompok ini merupakan cikal bakal bagi intelektual Minangkabau, meskipun pemerintahan Belanda memisahkan intelektual minangkabau secara dikotomis menjadi ulama dan intelektual umum.
Awal abad 20 beberapa orang ulama Minangkabau kembali dari Mekkah setelah menamatkan pendidikan Syekh Ahmad Khatib yang juga putra Minang. Setelah menetap dikampung masing-masing mendirikan surau surau dengan paham barunya yang popular diantaranya adalah :
· Syekh Muhammad Taib Umar, Sungayang
· Syekh Abdullah Ahmad, Padang
· Syekh Abdul Karim Amrullah, Maninjau kemudian di Padang Panjang
· Syekh Muhammad Jamil Jambek, Bukittinggi
· Syekh Sulaiman Ar Rasuli, Canduang Agam
· Syekh Ibrahim Musa, Parabek Agam
· Syekh Muhammad Jami Jao, Padang Panjang
· Syekh Abbas Abdullah, Padang Japang Payakumbuah
· Syekh Abdul Wahid, tabek Gadang

Kemudian terjadi pembaharuan pendidikan agama di Minangkabau. Ada dua bentuk pembaharuan yang berlaku dalam pendidikan agama, pertama memasuki materi pelajaran yang biasa disebut ilmu umum kedalam pendidikan agama, kedua merobah system pendidikan surau jadi madrasah atau sekolah yang mempunyai kelas dan bertingkat.
Diantara tokoh pembaharu itu muncul nama Dr. H. Abdullah Ahmad dengan "Adabiyah"nya dan El Yunusy bersaudara dengan "Diniyah"nya.
Pembaharuan menjadi madrasah ini disatu pihak mempercepat pencapaian suatu tingkat ilmu pengetahuan dan memperjelas batasan batasannya.
Dari segi lain memasukkan pelajaran umum kedalam kurikulum pendidikan agama berarti mengurangi volume pelajaran agama.
Meskipun terjadi pengurangan, tetapi karena masa itu madrasah masih berada dalam wilayah dan lingkungan surau, kekurangan pelajaran agama masih dapat disempurnakan diluar kelas, sehingga secara global materi pelajaran agama tidak berkurang dari masa lalu.
Suatu kemajuan pada masa pembaharuan ini adalah munculnya media publikasi di madrasah-madrasah dalam bentuk majalah yang mempublikasikan karya ilmiah dan pendapat yang dimunculkan oleh ulama yang ada pada waktu itu.
Diantara majalah yang popular diwaktu itu adalah :
· Al-Munir di Padang Panjang
· Al-Basyir di Sungayang
· Al-Bayan di Parabek
· Al-Iman di Padang Panjang
· Al-Ittiqan di Maninjau
· Nurul Yaqin di Batusangkar
· Al-Mizan diterbitkan Tarbiyah Islamiyah.

Majalah-majalah itu kelihatannya dijiwai oleh majalah Al-Manar yang popular di Mesir pada waktu itu.
Dengan adanya publikasi itu tokoh ulama yang ada di madrasah yang menerbitkan majalah itu dan dimadrasah sekitarnya diketahui oleh orang banyak dan tersebar di Minangkabau, yang menyebabkan berdatangannya murid-murid dari luar daerah untuk belajar di madrasah-madrasah yang ada di wilayah Minangkabau.
Pada waktu bersamaan ketokohan ulama semakin menonjol dengan tampilnya ulama itu sebagai tokoh politik yang membimbing umat Islam dalam menghadapi penjajahan Belanda.
Kalau kita gunakan istilah "pemimpin formal" dan "pemimpin non formal" yang berlaku sekarang, umat pada masa itu tidak dapat menggantungkan harapannya kepada pemimpin formal, karena jabatan pemimpin formal pada waktu itu diduduki oleh orang Belanda dan melayu yang berjiwa Belanda yang jelas jelas berhadap hadapan dengan umat pada waktu itu.
Oleh karena itu tumpuan umat terarah kepada ulama sebagai pemimpin non formal yang membimbing kehidupan keagamaannya dan kehidupan dunianya.
Suatu keuntungan masuknya pelajaran umum ke madrasah adalah semakin mengecilnya arti perbedaan dikotomis antara ulama atau cendikiawan agama dengan cendikiawan umum, bahkan dalam diri seorang dapat bertemu dua bidang yang kelihatannya berbeda itu, umpamanya pada diri Haji Agus Salim dan M. Natsir.
Sesudah perang dunia II perubahan nilai nilai dalam kehidupan adat semakin terasa. Diantaranya anak muda tidak terbiasa lagi tidur di surau. Fungsi surau sebagai lembaga agama semakin berkurang. Surau hanya tempat ibadah dan pendidikan agama secara formal hanya ada dimadrasah.
Dengan madrasah dalam fungsinya sudah keluar dari lingkungan surau. Kalau dahulu surau dapat disamakan dengan pesantren yang terdapat di Jawa dengan beberapa perbedaannya, maka sesudah perang dunia II tidak ada lagi yang menjalankan fungsi pesantren di Minangkabau.
Sebenarnya perubahan nilai-nilai dan perubahan system pendidikan agama juga berlaku di Jawa dengan bermunculnya madrasah. Tetapi madrasah tidak menggantikan pesantren, bahkan pesantren di Jawa bermunculan dan berkembang dengan pesat sebagaimana berkembangnya madrasah.
Berkembangnya pesantren di Jawa dan tidak berkembangnya pesantren di Minangkabau, mungkin ada hubungannya dengan perbedaan budaya Minang dengan budaya Jawa.
Dengan keluarnya madrasah dari lingkungan surau berarti waktu belajar agama semakin sedikit dan waktu kesempatan tatap muka murid dan guru serta pembimbing agamanya semakin berkurang pula.
Pada periode surau taraf kealiman dapat diperoleh dengan selalu mengikuti pendidikan surau kemana saja pelajaran itu yang diajarkan semata-mata pelajaran agama.
Pada masa yang kedua yaitu madrasah dan surau, tingkat kealiman juga diperoleh dengan tamatnya pendidikan di madrasah, karena meskipun pelajaran agama semakin mengecil di madrasah tetapi masih punya kesempatan menyempurnakan di lingkungan surau, kekurangan dapat dilengkapi.
Bila kita ukur tingkat pendidikan dan madrasah masa pertama dengan tingkat pendidikan waktu itu, pendidikan surau dan madrasah paling tinggi dapat ditempatkan pada tingkat "Aliyah" mengingat jarak waktu belajarnya.
Meskipun demikian dalam tingkat ini derajat kealiman sudah dapat diperoleh dan sudah berhak menggunakan sebutan "ulama".
Pada waktu belakangan ketika madrasah sudah keluar dari lingkungan pendidikan surau, kadar ilmu yang dicapai dengan sendirinya tidak sempurna ilmu yang dicapai pada periode tingkat pertama dan kedua meskipun sudah dinamakan tingkat aliyah. Hal ini berarti tamatan aliyah waktu ini belum memperoleh derajat kealiman sebagaimana diperoleh oleh tingkat yang sama sebelumnya.
Syukur Alhamdulillah belakangan muncul lembaga pendidikan agama sebagai lanjutan dari tingkat aliyah yang pada waktu ini, yaitu perguruan tinggi agama baik negri maupun swasta yang bertebaran diseluruh pelosok wilayah Minangkabau atau Sumatera Barat. Bila tamatan aliyah belum mencapai derajat kealiman, maka dengan adanya perguruan tinggi derajat kealiman dapat diperoleh.
Dengan demikian pencapaian kealiman dalam agama dapat berlangsung sebagaimana berlaku sebelumnya, meskipun waktu yang digunankan untuk pencapaiannya lebih panjang dari sebelumnya.
Bila kita bandingkan orang orang ynag telah mendapat derajat kealiman yang dihasilkan pendidikan surau dan derajat kealiman yang dihasilkan oleh madrasah sebelum perang dunia ke II, perguruan tinggi agama, kemudian dihubungkan pula dengan jumlah umat Islam pada waktunya, maka secara prosentase kuantitas yang mencapai derajat kealiman waktu ini, kalau tidak dikatakan lebih, setidaknya tidak akan berkurang dari waktu sebelumnya.
Kalau yang dinamakan "ulama" adalah orang yang telah mencapai derajat kealiman dalam ilmu agama, maka tidak tepat kalau dikatakan ulama di wilayah Minangkabau berkurang apalagi dikatakan "langka".
Tetapi kalau kita menggunakan kriteria lama dalam menamakan ulama yaitu tokoh agama yang popular ditengah masyarakat sebagaimana kita kenal selama ini, memang dirasakan kuantitasnya berkurang.
Selanjutnya timbul pertanyaan apakah memang jumlahnya berkurang secara kenyataan atau kita tidak menerima informasi tentang jumlahnya. Dan kemungkinan itu lihat dibawah ini:
Pertama kemungkinan kurang jumlahnya. Kalau kita sepakati arti ulama(sebagai yang dipahami selama ini) memenuhi tiga persyaratan, yaitu keilmuan, pengamalan dan kepribadian, maka orang secara kumulatif memiliki tiga criteria itu memang tidak banyak lagi jumlahnya.
Rata-rata setiap tamatan perguruan tinggi agama telah memenuhi syarat keilmuan. Tentang syarat pengamalan tergantung kepada pribadi dan tidak selalu menjadi tanggung jawab perguruan tinggi dan juga tidak oleh lingkungan masyarakatnya, juga ditentukan oleh keadaan masyarakat yang mendambakan kepribadiannya.
Rasanya ketergantungan umat akan keberadaan ulama sebagai tokoh pada waktu ini, tidak sebesar ketergantungan umat akan ketokohon ulama pada waktu dulu, dengan telah tampilnya pimpinan formal pada kalangan mereka sendiri yang akan membimbing kehidupan kemasyarakatannya.
Hal ini ketokohan ulama mulai berubah dengan terjadinya perubahan perubahan nilai. Usaha mengembalikan ketokohan ulama waktu dulu untuk masa sekarang ini dan disini ini tidak relevan lagi.
Kedua yaitu kurangnya informasi tentang keberadaan ulama itu, kemungkinan kedua ini tidak tertutup adanya, mungkin disebabkan kurangnya publikasi, mungkin kurang penampilan ulama di forum forum yang lebih luas dan mungkin pula karena keengganan ulama untuk menampilkan diri dan beberapa kemungkinan lain.
Dengan memperhatikan dua kemungkinan itu, rasanya pada waktu ini tidak perlu kita terlalu mengharapkan keberadaan tokoh ulama dengan kriteria yang utuh sebagaimana yang berlaku sebelumnya.
Dengan telah terjadinya perubahan nilai kriteria ulamapun tidak perlu sama dengan yang dulu. Kita perlu bersyukur bahwa pada waktu ini ilmuan agama yang telah mencapai derajat kealiman itu sudah cukup banyak, mutunyapun semakin meningkat, karenanya tidak perlu kita kawatirkan akan habis.
Dari mereka kita harapkan usaha peningkatan pribadi untuk memenuhi kriteria lainnya sebagai syarat keutamaan.
Disamping itu wilayah Minangkabau terdapat pula sejumlah ilmuan non keislaman yang mempunyai perhatian terhadap Islam dan penyebarannya, serta tertarik untuk mendalaminya, disebut juga cendikiawan muslim.

Menata Rumah Tangga Sakinah, Di Dalam Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

UCAPAN SELAMAT sangat pantas kita sampaikan kepada kedua orang tua ayah jo bundo nan berbahagia, yang telah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab ibu-bapak di dalam tatanan adat basandi syarak-syarak basandi Kitabullah, yaitu mengazankan dan memberi nama yang baik di kala si anak lahir, kemudian memberi makanan, pakaian dan pelajaran/pendidikan secara cukup, baik dan halal, kemudian yang terakhir mengantarkan anaknya sampai ketangga pelaminan Demikian pula kepada Engku-engku, ninik mamak pangulu andiko nan gadang basa batuah, alim ulama cadiak pandai suluah bendang di nagari, bundo kanduang limpapeh rumah nan gadang, rang mudo parik paga di nagari yang di dalam kehidupan sehari-hari telah menyumbangkan contoh tuladan yang baik sehingga tumbuh dengan itu generasi yang baik dan teguh memegang adatnya .

Alhamdulillah, baru saja kita saksikan pelaksanaan satu acara ibadah, yang disunnahkan Rasulullah SAW, "an- nikahu sunnati, man raghiba 'an sunnati falaisa minni", artinya, " nikah itu sunnahku, dan yang tidak mau mengikuti sunnahku, maka tidaklah termasuk umatku",

Dan kita bersama telah menjadi saksi atas aqad nikah dari pasangan anak kemenakan dan menantu kita tercinta, sebagai suatu ibadah mengikuti sunnah sangat sacral di dalam tatanan adat kita - adat nan basandi syarak, syarak nan basandi kitabullah", Syarak nan mangato, adaik nan mamakai ;

Kita simak lafaz Ijab Kabul mereka sepatah demi sepatah dengan khidmat, kiranya mendapatkan berkah dari Allah.

Kita semuanya berharap kiranya rumah tangga mereka menjadi penghimpun yang terserak di antara keduanya, pembuka pintu hikmah dan ilmu, menjadi jembatan
rasa mawaddah wa rahmah, yang memberikan rasa aman bagi umat serta kesejahteraan di tengah kampung halaman. Amin Ya Mujibas Sailina.

Mulai detik itu, Anakdaro Putri telah menjadi seorang istri, urang rumah, induak bareh.

Insya Allah tidak lama lagi akan menjadi seorang IBU artinya Ikutan Bagi Umat, menjadi pemayung kasih sayang anak turunan, sesuai pesan Rasulullah SAW,

an nisak 'imadul bilaad, idza shaluhat shaluhal bilaad kulluhu, wa idza fa sadat, fa-sadatil bilaad kulluhu,

artinya kaum ibu itu adalah tiang utama dalam nagari, kalau mereka baik akan baiklah seluruh nagari, dan kalau mereka rusak maka binasalah seluruh nagari.

Tugas seorang ibu rumah tangga tidak sekedar menyiapkan makanan dan minuman.
Akan tetapi menjadi sumber dari sakinah yakni bahagia dan ketenangan.

Karena itu sangat dituntut bersifat kreatif, ulet, tabah, sabar dan mampu menghidangkan keindahan dalam rumah tangga.

Ingatlah pesan Nabi SAW,
"Innallaha Ta'alaa jamiilun, yuhibbul jamaala", artinya Allah itu indah dan sangat menyenangi keindahan (HR.Muslim dan Turmudzi) Hati-hatilah selalu, karena setiap langkah selalu di intai kerikil-kerikil tajam.

Apabila bertemu yang pahit, jangan cepat-cepat dimuntahkan, dan tidak selamanya pula yang manis mesti segera di telan.

"Barangkali ananda tidak menyukai sesuatu, padahal sebenarnya dibalik itu ada baiknya untukmu. Dan mungkin saja di balik yang ananda sukai ada kerugian untukmu. Allah semata yang tahu, dan kamu tidak mengetahui rahasia sesungguhnya - di sebalik satu kejadian--." Begitu satu kearifan syara' mangato dalam Kitabullah (QS.2, al Baqarah : 216).


Kearifan akan melahirkan kewaspadaan dalam bertindak dan berperangai.

Dalam awa akie mambayang,
Dalam baiak kanalah buruak,
Dalam galak tangih kok tibo,

Hati gadang utang kok tumbuah.
Artinya, sejak awal harus sudah diperhitungkan apa kiranya akibat akhir dari suatu perbuatan. Dikala melakukan kebaikan perlu dijaga kehati-hatian agar yang baik itu tetap terlaksana dengan baik. Karena hanya kelalaian jua yang akan membawa kepada keburukan.

Di sebalik itu tidak segera berbesar hati tatkala menerima kebaikan dengan tertawa, kalau-kalau nanti di belakang kegembiraan tersebut masih tersimpan kedukaan yang membawa tangis.
Sekali-kali jangan pula terlampau memperturutkan hati gadang, karena kesia-siaan seringkali menimbulkan hutang besar.

Yang perlu di ingat, jangan cepat berputus asa.

Riak jo galombang adolah permainan lauik.
Bagisia sampan jo pandayuang adaik nan alah biaso.
Usah rusuah jo putuih aso.
Kandalikan kamudi elok-elok,
nak ja-an ma-antak karang.
Kok itu nan sampai ta jadi,
karam sampan karam nakodo,
karamlah rumah tanggo ananda baduo.

Maka yang paling baik dilakukan, adalah selalu meminta pertolongan kepada Allah dengan shabar dan shalat.

Sesuai pesan Rasulullah SAW, "Apabila dikau memerlukan sesuatu mintalah kepada Allah. Dan bila engkau memerlukan pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah ".

Jangan meminta kepada segala yang di keramatkan, seumpama kepada kuburan ataupun jimat, apalagi kepada paranormal yang kadangkala banyak pula yang tidak
normal. Akibatnya ananda berdua bisa terseret kepada mensyarikatkan Allah, satu dosa besar, ujung-ujungnya doamu tidak akan di kabulkan Allah.

Pesan Rasulullah sangatlah jelas, .... yang lima waktu jangan engkau lalaikan apalagi
di tinggalkan. Doamu akan di nilai dari sini !!!. Allah tidak akan memperhatikan permintaan seorang hamba jika hamba itu tidak mau memenuhi kehendak tuhannya.

Nabi Muhammad SAW meningatkan perkataan dari Allah SWT, "Aku tidak akan memperhatikan apa yang menjadi hak hamba-Ku, sebelum ia memenuhi kewajibannya
kepada Ku". (Hadist Qudsi)

Seorang istri, di dalam adat nan basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, diminta untuk selalu mernjaga diri dan muruah-nya ;

1). Hendaklah pakaianmu menutup aurat bila keluar rumah dan bepergian sesuai adat mamakai raso jo pareso, mampunyai malu dengan sopan. Kitabullah menyebutkan perintah Allah, "Wahai Nabi, sampaikan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu serta istri orang yang beriman, hendaklah bila mereka
berpakaian menutupi seluruh tubuh mereka"( QS. Al Ahzab, ayat 59).

2). Jangan berkata keras, apalagi bersikap kasar membangga diri, bagaikan di kacak batih bak batih, di kacak langan bak langan yang di arahkan kepada suami
junjungan diri.

3). Apabila ingin menyampaikan sesuatu kepada suami, carilah waktu dan saat yang tepat.

4). Jangan menolak panggilan atau suruhan suami kepada yang baik. Bahkan jangan berpuasa sunat tanpa seizing suami (kecuali puasa yang wajib).

5). Jangan berpergian meninggalkan rumah tanpa seizing suami.

6). Jangan berhias berlebih-lebihan hanya untuk di lihat orang lain, lupa berbenah diri bila suami pulang ke rumah.

7). Jangan menerima tamu laki-laki kalau bukan keluarga sendiri (muhrim) di saat suami tidak di rumah.

8). Simpanlah rahasia rumah tangga ananda berdua dengan baik. Karena menceritakan rahasia rumah tangga, sungguh satu aib besar.

Larangan-larangan ini, pertanda kuatnya budi dan malu.


Fatwa adat kita di Ranah Minang menyebutkan,

Dek ribuik rabahlah padi,
di cupak datuak Tumangguang.
Hiduik kalau indak ba budi,
duduak tagak kumari tangguang.

Rarak Kalikih dek mandalu,
tumbuah sa rumpun di tapi tabek,
Kok hilang raso jo malu,
bak umpamo kayu lungga pangabek.

Innama umamul akhlaqu maa baqiyat,
Wa inhumuu dzahabat akhlaquhum dzahabuu.
Kuaik rumah karano sandi,
rusak sandi rumah binaso,
Kuaik bangso karano budi,
rusak budi hancua-lah bangso.

Seterusnya, budi dan malu itulah pakaian bundo kanduang di ranah bundo.
Bundo kanduang adalah,

limpapeh rumah nan gadang,
umbun puro pegangan kunci,
hiasan di dalam kampuang,
sumarak dalam nagari,
nan gadang basa batauah,
kok hiduik tampek ba nasa,
jikok mati tampek ba niaik,
ka unduang-unduang ka tanah suci,
ka payuang panji ka sarugo.

Alangkah mulia dan besarnya tanggung jawab bundo kanduang itu ?

Maknanya menjadi tiang rumah yang besar, menjadi umbun puro pegangan kunci, menjadi perhiasan kampung dan sumarak nagari, menjadi ikutan yang bertuah, tempat
bernazar bagi anak turunan di masa hidup, menjadi tempat berniat di kala mati telah menjemput, menjadi teman ke tanah suci dan pengganti payung ke sorga, al jannatu tahta aqdamil ummahaat, sorga terletak di bawah telapak kaki ibu.

Rasulullah SAW telah bersabda,
"Seorang istri yang taat melakukan shalat 5 waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga diri (kehormatan faraj-nya), setia kepada suaminya, -- dia akan di
masukkan ke dalam sorga dari pointu mana saja yang dia ingini" Hadist dari Anas bin Malik.

Alangkah mulia dan tingginya penghargaan Allah SWT
bagi seorang istri, bila ia dapat melakukan empat
macam ibadah di tambah dengan ibadah-ibadah lainnya
yang cukup banyak. Bila mau mengamalkannya.II). Nasehat Petaruh untuk seorang suami.

Tadi ananda mengucapkan Ijab Kabul, artinya ikrar
timbang terima tanggung jawab antara ayah bunda dari istri dengan diri ananda (suami).

Detik ini, ananda marakpulai telah menjadi suami putri dan keluarga di rumah ini.

Nan ka di-bao jadi kawan sa-iriang, tagak ka di-bao ba-iyo, duduak ka di-bao ba-rundiang.

Patut ananda ketahui, bahwa si Putri adalah, urang gadih nan jolong gadang, umua nan balun sa tahun jaguang, darah nan balun sa tampuak pinang, pangatahuan nan balun sa cabiak daun.

Sudah menjadi Hukum Allah bahwa perempuan di ciptakan sebagai makhluk lemah fisik dan sifatnya. Bila terbentur masalah sulit, pertahanan terakhirnya mudah runtuh. Air mata penyudahi.

Karena itu Allah perintahkan kepada setiap suami, wa 'a-syiruu-hunna bil ma'ruf,
artinya pergaulilah istrimu dengan dengan ma'ruf, lemah lembut.

Itulah yang ananda baca dalam sighat talak ta'lik tadi.

Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda, "khaiyru-kum bi-ahlihi"
artinya sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dengan keluarganya.

Selanjutnya Rasulullah SAW menasehatkan, "Ar Rahimuuna yarhamuhum ur-Rahmanu, Irhamuu man fil-ardhi yarhamkumullahu man fissama.", artinya "Orang-orang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang, maka sayangilah penduduk bumi agar yang di langit ikut pula menyayangimu." (HR.Abu Daud)

Ketahuilah, bahwa perempuan itu lebih banyak berbicara dengan perasaannya ketimbang fikirannya.

Kewajiban setiap suami, laki-laki adalah pelindung terhadap perempuan, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada kaum lelaki (suami) membelanjakan hartanya untuk membahagiakan perempuan (istrinya).

Umar bin Khattab RA, pernah menceritakan tentang bakti istri beliau itu,

1. Sebagai Pendamping, istriku adalah benteng bagiku dari api neraka, yang setia mendampingi di saat senangdan susah.

2. Sebagai penjaga rumah dan harta, istriku yang membantu, menjaga, memelihara rumah dan hartaku.

3. Sebagai ibu dari anak-anak ku, saya tahu betul betapa beratnya tugas ibu, mengandung, melahirkan menyusukan dan men-jaga anak.

4. Sebagai tukang cuci dan masak, tanpa mengenal lelah setiap hari mencuci, memasakkan makanan untuk ku dan anak-anak ku.

Karena itu, aku selalu memaafkan kata-katanya, karena mungkin ada hak-haknya yang belum aku penuhi. Begitu sahabat Nabi SAW mempergauli istri dan membina
rumah tangga berkualitas "baiti jannati", rumahku adalah sorgaku.

Kiat Umar bin Khattab ini mesti ananda tiru.


KEBAHAGIAAN DATANGNYA DARI ALLAH

Allah telah memberikannya kepada yang dikehendaki-Nya.

Kebahagiaan rumah tangga hanya bisa di perdapat dengan saling pengertian dan musyawarah, maka hindarilah sifat mau menang sendiri dan memaksakan kehendak.

Bina rumah tangga dengan penuh kasih sayang. Hindari sifat tertutup dan saling curiga. Hadapi masalah dengan bersama.
Caranya,

Anggang jo kekek cari makan,
Tabang ka pantai kaduo nyo,
Panjang jo singkek pa uleh kan,
mako nyo sampai nan di cito.

Ketahuilah bahwa suami adalah pemimpin di tengah rumah tangganya,
kullukum raa-'in wa kullukum mas-ulun 'an ra-'yyatihi,

artinya, setiap pemimpin akan diminta pertanggungan jawab atas pimpinannya.

Hukum Syarak menghendaki keseimbangan antara perkembangan hidup rohani dan perkembangan jasmani. Sesungguhnya rohani-mu berhak atasmu. Jasmanimu pun
berhak atasmu.

Rumah tangga wajib di bina. Masyarakat kelilingmu mesti di tenggang.
Keduanya wajib di jaga.

Mancari kato mufakaik,
ma-nukuak mano nan kurang,
mam-bilai mano nan senteng,
ma-uleh sado nan singkek,
Man-jinaki mano nan lia,
ma-rapekkan mano nan ranggang,
ma-nyalasai mano nan kusuik,
Ma-nyisik mano nan kurang,
ma-lantai mano nan lapuak,
mam-baharui mano nan usang.

Inilah keseimbangan hidup berumah tangga dalam masyarakat adat kita.

Alah bakarih samporono,
Bingkisan rajo Majopahik,
Tuah basabab bakarano,
Pandai batenggang di nan rumik.
BEBERAPA PETUAH PERLU DIPERPEGANGI

a) "Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya". (Hadist).

Firman Allah menyebutkan, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
(QS.28, Al Qashash:77).

Kaedah hidup di Ranah Minang mengadatkan,

"Handak kayo badikik-dikik,
Handak tuah batabua urai,
Handak mulia tapek-i janji,
Handak luruih rantangkan tali,
Handak buliah kuat mancari,
Handak namo tinggakan jaso,
Handak pandai rajin balaja."

Untuk mencapai semuanya itu amatlah diperlukan kematangan dan kecermatan diri dan keteguhan hati di dalam melaksanakan setiap langkah dan perbuatan,

Di hawai sa habih raso,
Di karuak sa habih gauang.

Yakni berpikir sebelum bertindak, karena menurut kata bijak berpikir itu pelita hati.

Di sinilah terletak sesungguhnya kedewassan di dalam memimpin satu keluarga, negeri ataupun negara.

Mancancang ba - landasan,
Ma lompek ba - situmpu.

Artinya, setiap langkah mesti mempunyai alasan yang tepat, program yang jelas dan dapat di pertanggung jawabkan.

Seorang kepala rumah tangga tidak boleh bertindak semena-mena, apalagi melangkah tanpa berpikir lebih dahulu baik dan buruknya.

Karena setiap kebijakan yang diambilnya selaku seorang suami kepala rumah tangga adalah untuk kepentingan seluruh anggota keluarganya.

Dalam arti yang lebih luas, berkorong berkampung dan bertaratak bernagari.

Kerukunan adalah modal yang sangat besar, di samping materi yang harus di pelihara dengan menjauhi pemborosan di mana-mana.

Dek sakato mangkonyo ado,
Dek sakutu mangkonyo maju,
Dek ameh mangkonyo kameh,
Dek padi mangkonyo manjadi.
Jangan di lupakan pesan Nabi SAW,
"Sebaik-baik mukmin seseorang adalah yang paling sempurna akhlaknya". (HR. Thabarany dan Abu Nu'aim).

Selanjutnya Rasulullah SAW menasehatkan, "Ar Rahimuuna yarhamuhum ur-Rahmanu, Irhamuu man fil-ardhi yarhamkumullahu man fissama.", artinya "Orang-orang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang, maka sayangilah penduduk bumi agar yang di langit ikut pula menyayangimu." (HR.Abu Daud)

Ketahuilah, bahwa perempuan itu lebih banyak berbicara dengan perasaannya ketimbang fikirannya.

Kewajiban setiap suami, laki-laki adalah pelindung terhadap perempuan, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada kaum lelaki (suami) membelanjakan hartanya untuk membahagiakan perempuan (istrinya).

Umar bin Khattab RA, pernah menceritakan tentang bakti istri beliau itu,

1. Sebagai Pendamping, istriku adalah benteng bagiku dari api neraka, yang setia mendampingi di saat senangdan susah.

2. Sebagai penjaga rumah dan harta, istriku yang membantu, menjaga, memelihara rumah dan hartaku.

3. Sebagai ibu dari anak-anak ku, saya tahu betul betapa beratnya tugas ibu, mengandung, melahirkan menyusukan dan men-jaga anak.

4. Sebagai tukang cuci dan masak, tanpa mengenal lelah setiap hari mencuci, memasakkan makanan untuk ku dan anak-anak ku.

Karena itu, aku selalu memaafkan kata-katanya, karena mungkin ada hak-haknya yang belum aku penuhi. Begitu sahabat Nabi SAW mempergauli istri dan membina
rumah tangga berkualitas "baiti jannati", rumahku adalah sorgaku.

Kiat Umar bin Khattab ini mesti ananda tiru.


KEBAHAGIAAN DATANGNYA DARI ALLAH

Allah telah memberikannya kepada yang dikehendaki-Nya.

Kebahagiaan rumah tangga hanya bisa di perdapat dengan saling pengertian dan musyawarah, maka hindarilah sifat mau menang sendiri dan memaksakan kehendak.

Bina rumah tangga dengan penuh kasih sayang. Hindari sifat tertutup dan saling curiga. Hadapi masalah dengan bersama.
Caranya,

Anggang jo kekek cari makan,
Tabang ka pantai kaduo nyo,
Panjang jo singkek pa uleh kan,
mako nyo sampai nan di cito.

Ketahuilah bahwa suami adalah pemimpin di tengah rumah tangganya,
kullukum raa-'in wa kullukum mas-ulun 'an ra-'yyatihi,

artinya, setiap pemimpin akan diminta pertanggungan jawab atas pimpinannya.

Hukum Syarak menghendaki keseimbangan antara perkembangan hidup rohani dan perkembangan jasmani. Sesungguhnya rohani-mu berhak atasmu. Jasmanimu pun
berhak atasmu.

Rumah tangga wajib di bina. Masyarakat kelilingmu mesti di tenggang.
Keduanya wajib di jaga.

Mancari kato mufakaik,
ma-nukuak mano nan kurang,
mam-bilai mano nan senteng,
ma-uleh sado nan singkek,
Man-jinaki mano nan lia,
ma-rapekkan mano nan ranggang,
ma-nyalasai mano nan kusuik,
Ma-nyisik mano nan kurang,
ma-lantai mano nan lapuak,
mam-baharui mano nan usang.

Inilah keseimbangan hidup berumah tangga dalam masyarakat adat kita.

Alah bakarih samporono,
Bingkisan rajo Majopahik,
Tuah basabab bakarano,
Pandai batenggang di nan rumik.


BEBERAPA PETUAH PERLU DIPERPEGANGI

a) "Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya". (Hadist).

Firman Allah menyebutkan, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
(QS.28, Al Qashash:77).

Kaedah hidup di Ranah Minang mengadatkan,

"Handak kayo badikik-dikik,
Handak tuah batabua urai,
Handak mulia tapek-i janji,
Handak luruih rantangkan tali,
Handak buliah kuat mancari,
Handak namo tinggakan jaso,
Handak pandai rajin balaja."

Untuk mencapai semuanya itu amatlah diperlukan kematangan dan kecermatan diri dan keteguhan hati di dalam melaksanakan setiap langkah dan perbuatan,

Di hawai sa habih raso,
Di karuak sa habih gauang.

Yakni berpikir sebelum bertindak, karena menurut kata bijak berpikir itu pelita hati.

Di sinilah terletak sesungguhnya kedewassan di dalam memimpin satu keluarga, negeri ataupun negara.

Mancancang ba - landasan,
Ma lompek ba - situmpu.

Artinya, setiap langkah mesti mempunyai alasan yang tepat, program yang jelas dan dapat di pertanggung jawabkan.

Seorang kepala rumah tangga tidak boleh bertindak semena-mena, apalagi melangkah tanpa berpikir lebih dahulu baik dan buruknya.

Karena setiap kebijakan yang diambilnya selaku seorang suami kepala rumah tangga adalah untuk kepentingan seluruh anggota keluarganya.

Dalam arti yang lebih luas, berkorong berkampung dan bertaratak bernagari.

Kerukunan adalah modal yang sangat besar, di samping materi yang harus di pelihara dengan menjauhi pemborosan di mana-mana.

Dek sakato mangkonyo ado,
Dek sakutu mangkonyo maju,
Dek ameh mangkonyo kameh,
Dek padi mangkonyo manjadi.
Jangan di lupakan pesan Nabi SAW,
"Sebaik-baik mukmin seseorang adalah yang paling sempurna akhlaknya". (HR. Thabarany dan Abu Nu'aim).

Selanjutnya pesan Nabi Muhammad SAW,
" Man laa yarhamun-naasa. Laa yarhamuhul-llahu",
artinya, "Yang tidak bisa menyangi sesama manusia
tidak akan disayangi oleh Allah".

Tugas seorang suami adalah bekerja sepenuh hati.
Ka lauik riak mahampeh,
Ka karang rancam ma-aruih,
Ka pantai ombak mamacah.
Jiko mangauik kameh-kameh,
Jiko mencancang, putuih - putuih,
Lah salasai mangko-nyo sudah.

Artinya bekerja mengerahkan semua potensi yang ada, tidak menyertakan lalai dan enggan, tidak berhenti sebelum benar-benar sampai, bacarai hanyo dek tumbilang.

b) Di sisi lain tidak boleh dilupakan sikap saling menghargai keluarga kedua belah pihak.

Kedua belah pihak mempunyai kedudukan sama. Ketahuilah bahwa ananda berdua ini, sepertinya, ibarat tingga maneteng nasi masak, kana lah dari mano datangnyo padi. Ibarat tingga manimang buah ranum, kanalah ka tampuak tampek bagantuang.

Artinya yang nikah memang ananda berdua, tapi yang kawin adalah seluruh keluarga kedua belah pihak.


Peliharalah selalu,
Adat hiduik tolong manolong,
Adat mati janguak man janguak,
Adat isi bari mam-bari,
Adat tidak salang ma-nyalang.

Basalang tenggang, artinya saling meringankan
dengan
kesediaan memberikan pinjaman untuk mendukung
kehidupannya.

c) Pandai-pandai hidup bermasyarakat. Agama maupun
adat mengajarkan, hormati nan tuo, sayangi nan
ketek.

Akhirnya,
Seumpama sebuah pelayaran, maka kami lepas ananda berdua mengharungi bahtera kehidupan berbekal budi luhur.

Ibarat kata orang,

Kok pai anak marantau,
ma-nyauak di hilie-hilie,
bakato di bawah-bawah,
ba-rundiang sapatah di pikiri,
di agak duri nan ka manggaruih,
di agak rantiang nan ka manyangkuik,
gapuak usah mambuang lamak,
cadiaek usah mambuang kawan,
gadang usah malendo,
tinggi usah ma himpok.

Artinya,
hasibuu anfusakum qabla an tuha sabuu,
wa zinuu a'malakum qabl;a an tuuzana 'alaikum ,
maknanya,
hitung-hitunglah diri, ukurlah bayang-bayang sapanjang badan, sebelum di hitung oleh yang lain, dan
timbang-timbanglah amal perbuatan - karena kelak Allah akan melakukan timbangan atas dirimu - sebelum engkau mengadakan penilaian terhadap amalan orang-orang
lainnya. (Atsar Shahabat).

Ingek sabalun kanai,
Kulimek balun abih,
Ingek-ingek nan ka-pai,
Agak-agak nan ka-tingga.

Namun, memelihara prinsip hidup dengan akidah yang benar dan istiqamah (konsisten) menjadi tugas setiap anak nagari di Minangkabau.

Disini terletak 'izzah martabat diri.
Namun ....,

kok di anjak berarti berpindah tempat misalnnya anjak an buku tu berarti pindahkan buku itu.Anjak juga bisa disebut asak....(sinonim)', CAPTION, 'anjak',BELOW,RIGHT, WIDTH, 300, FGCOLOR, '#CCCCFF', BGCOLOR, '#333399', TEXTCOLOR, '#000000', CAPCOLOR, '#FFFFFF', OFFSETX, 10, OFFSETY, 10);" onmouseout="return nd();">anjak urang banda sawah,
jikok di aliah urang batu pasupadanan,
jikok di ubah urang kato pusako,
jikok di anjak urang kato nan bana,
Busuangkan dado padek-padek,
paliek-kan tando laki-laki,
ja-an takuik nyawo malayang,
ja-an cameh darah taserak,
aso hilang duo tabilang,

Tanamo anak laki-laki,
sabalun aja ba pantang mati,
baribu saban mandatang,
namun mati hanyo sakali,

Namun di dalam kabanaran,
bago di pancuang lihie putuih,
satapak ja-an namuah suruik,
kato bana di anjak jangan.

Disini terpatri muruah kita.
Selalu berpegang kepada kebenaran. Jangan
terpengaruh
primordialisme, jangan pula berperangai penjilat.

Dahulukan kepentingan negeri (negara) di atas dari
kepentingan diri. Walau nyawa menjadi tantangannya.

Tanah sa bingkah alah ba punyo,
rumpuik sa halai lah ba miliak,
malu nan balun di agiah,
suku nan tak buliah di anjak.

Kebahagian hidup bermasyarakat itu akan terasa apabila
kita ada orang merasa bertambah dan bila kita pergi
orang merasa kehilangan, karena itu hiduplah dengan
saling mengingatkan kepada hidayah Allah.

Kebenaran (al-haq min rabbika), datangnya dari Tuhanmu, artinya yang di gariskan oleh syari'at agama Islam wajib kita menjalankannya.

Tatanan masyarakat kita di Minangkabau, tetap menghormati kebenaran itu.

Kamanakan barajo ka Mamak,
Mamak barajo ka Pangulu,
Pangulu barajo ka mupakaik,
Mupakaik barajo ka nan bana,
Nan bana ba-diri sandirinyo.

Di atas segala penghormatan kepada tatanan masyarakat,
maka mufakat sangatlah di utamakan.

Mufakat bertujuan hanya untuk menegakkan kebenaran dengan pedoman tunggalnya adalah hidayah dari Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "siapapun yang membawa seseorang kepada petunjuk hidayah Allah - kemudian di ikutinya petunjuk itu --,
maka dia akan mendapatkan balasan sebagaimana balasan yang diterima oleh orang yang mengikutnya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh"
(H.R. Imam Muslim dan Ash-habus-Sunan)

Bismillah, dengan pedoman hidup ini layarkanlah bahtera hidup, hati-hati memegang kemudi, Insya Allah terjejak tanah tepi.

Kami bersama mendoakan, Semoga Allah akan senantiasa melimpahkan berkah
yang banyak kepada ananda berdua yang telah mengumpulkan ananada berdua ke dalam kebaikan. Amin Ya Mujibas Sailina.

Wabillahittaufiq wal hidayah,
Wassalamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh,

Kesenian Tradisional Minangkabau

Sekapur Sirih
ImageOrang Minangkabau memiliki tradisi seni pertunjukan yang termasuk paling kaya ragamnya di Indonesia. Acara-acara atau kegiatan-kegiatan yang lazim dilengkapi dengan seni pertunjukan adalah pesta keluarga (seperti perkawinan, khitanan, membuka rumah baru, menobatkan kutua adat baru) serta perayaan-perayaan rakyat (seperti saat panen, meresmikan mesjid, perayaan hari besar agama).
Acara-acara tersebut seringkali diawali dengan pawai keliling disiang hari yang biasanya melibatkan pemain-pemain talempong (suatu ensambel gong-gong kecil) dan gendang. Untuk acara keagamaan, musik arak-arakan ini dapat diganti dengan nyanyian keagamaan dengan diiringi rebana.Pertunjukan utama biasanya dimulai malam hari dan dapat berlangsung hingga subuh.
Diantara bentuk kesenian yang ada, yang paling ramai dan mahal adalah randai, suatu bentuk teater yang dibawakan diluar rumah dengan melibatkan sekitar 20 sampai 30 pemain. Randai menggabungkan unsur tarian, musik instrumental, nyanyian lepas, nyanyian naratif, dengan adegan-adegan yang dilakonkan dan dialog-dialog lisan.
Selain itu ada bentuk kesenian lain yang sederhana yang diselenggarakan dalam rumah dengan hanya melibatkan satu atau dua orang penyanyi dan satu atau dua alat musik pengiring. Diantara bentuk kesenian tersebut, ada yang membawakan suatu kisah yang dinyanyikan secara naratif (seperti dendang Pauah, Sijobang), ada yang dimulai denfan beberapa lagu lepas (non-naratif) tetapi kemudian berubah sifat menjadi kisah yang dinyanyikan (seperti Rabab Pariaman, Rabab Pasisia), serta saluang; bentuk kesenian yang tidak membawakan cerita sama sekali dan hanya terdiri dari lagu-lagu lepas. Cerita-cerita itu-yang sudah sering diketahui oleh pendengarnya-tidak disajikan sebagai hafalan, melainkan diceritakan secara spontan. Unsur spontanitas juga terdapat dalam syair-syair untuk lagu-lagu lepasnya.
Pada umumnya suatu pertunjukan dimulai agak malam, kemungkinan setelah suatu pertunjukan pengantar-musik pop, atau tarian minang yang diringi talempong- dituntaskan. Pada tahap awal pertunjukan seperti pertunjukan saluang, Rabab Pariaman, suasana biasanya ringan, dan sering syair lagunya mengenai percintaan, yang kadang secara sugestif. Tetapi semakin jauh malam menjadi lebih bersuasana nostalgia, melankonis, dan sekaligus memilukan.
Dengan jumlah pemain yang sangat terbatas, bentuk kesenian ini bersuara pelan dan bersifat akrab-cocok untuk tengah malam. Dari pendengarnya dituntut perhatian penuh, tetapi tidak selalu diperoleh: para penonton malah ngobrol, merokok, makan, main kartu dan domino; pada muda-mudi mencuri kesempatan bercumbu rayu. Kalau sudah sampai jam satu atau dua pagi, banyak penonton telah pulang, dan dari yang masih tinggal kebanyakan tertidur. Tetapi beberapa diantaranya masih bertahan duduk dekat dengan para pemain, menyimak syair-syairnya dengan tekun, sambil berdecak kagum pada suatu kalimat yang tepat, menuggu babak-babak cerita selanjutnya.
Untuk dapat merasakan apa daya tarik bentuk kesenian tersebut kepada penontonnya, kita mungkin dapat membayangkan ada seorang aktor professional yang sedang duduk diruang tamu kita, yang selama berjam-jam membawakan suatu cerita atau syair-syair, dengan meyertakan didalam ceritanya nama, tempat, orang-orang dan keadaan sehari-hari kehidupan kita sendiri.
Pada edisi pertama ini, kami menyajikan salah satu diantaranya yakni kesenian Saluang.
Nama Saluang diambil dari nama seruling panjang yang acapkali menjadi satu-satunya alat pengiring yang digunakan pada seni pertunjukan ini. Bentuk kesenian ini (yang kadang-kadang disebut juga Saluang jo Dendang-saluang disertai nyayian) sangat populer didaerah darek dan dikalangan orang-orang darek di perantauan. Kesenian ini selain ditampilkan pada acara perayaan kampung dan acara keluarga, juga sering ditampilkan pada sejenis acara pengumpulan dana malam bagurau.
Saluang itu sendiri adalah sebuah pipa bambu terbuka, panjangnya sekitar 65 cm dengan diameter dalam sekitar 2,5 cm, dengan 4 lobang jari. Pemain, biasanya laki-laki, memegang saluang miring ke bawah dan ke satu sisi. Untuk menghasilkan aliran suara yang tak terputus, pemain tersebut menggunakan teknik nafas "circular breathing" supaya suara tidak berhenti sewaktu pemain menarik nafas.
Sulit menjelaskan sistem laras yang diterapkan pada musik saluang. Beberapa tangga nada dipakai dalam repertoar; intonasi sering tidak stabil; dan tidak ada sistem pelarasan yang mutlak. Untuk saluang dengan nada dasar C=do, kita boleh menganggap tangga nada pokok yang dimainkan sebagai nada do, re, mi, fa, sol. Tapi dalam kenyataannya nada do kadang-kadang cenderung menuju di (1) . Gegitu pula halnya untuk nada-nada lainnya yang diperoleh dengan menutup separoh dari lubang jari. Ada kalanya pemain saluang memainkan nada-nada yang berada diatas dan dibawah nada pokok.
Melodi saluang berbentuk ulangan meskipun syair-syair yang dinyanyikan berubah-ubah. Dalam pertunjukan, pemain saluang selalu didampingi oleh seorang penyanyi (pendendang), yang membawakan pantun. Satu pantun biasanya selesai dalam satu ulangan melodi. Seringkali ada dua atau tiga penyanyi yang tampil:mereka biasanya menyanyi secara bergantian diiringi saluang.
Lagu-lagu saluang digolongkan berdasarkan suasana atau emosi. Sebagian besar masuk ke golonga lagu sedih, dan banyak diantaranya diistilahkan dengan ratok, "ratapan". Satu sub-kategori dari lagu-lagu sedih dikira berasal dari daerah sekitar Gunung Singgalang; lagu-lagu ini, yang semua judulnya diawali dengan kata Singgalang, mempunyai ciri khas pada saluang, yaitu semacam getaran (oscillation) antara dua nada yang berdekatan. Lagu-lagu sedih selalu nonmetris (tanpa mad). Sebaliknya, dua golongan lagu lainnya-gembira dan 'setengah gembira'- selau metris.
Selain penggolongan menurut suasana, ada juga pengelompokan yang berdasarkan nada pokok (nada yang memulai setiap perulangan) seperti "tertutup" yakni dengan menutup semua lubang jari, "tutup tiga" yakni dengan membuka lubang terjauh dari mulut pemain, serta "tutup dua" dan "tutup satu". Kebanyakan lagu dari daerah pantai Sumatera barat (pasisia) tergolong "tertutup", sedangkan kebanyakan ratok tergolong "tutup tiga". Untuk lagu-lagu dari daerah Danau Maninjau tergolong pada "tutup dua", sedangkanlagu-lagu yang diambil dari kesenian Sijobang biasanya tergolong pada "tutup satu".
Judul-judul lagu saluang yang banyak dikenal dimasyarakat antara lain :
Padang Magek
Ratok koto Tuo
Ratok Solok
Muaro Labuah
Pariaman Lamo
Lubuak Sao
Ambun Pagi
Berikut ini kami berikan syair beberapa lagu saluang :
ÂÂ
Padang Magek
Lah Masak padi Padang Magek
Lah dituai anak lah tuan oi ondeh lah mudo-mudo
Kasiah sayang minta dijawek
Lah ko lai didalam lah tuan oi ndeh lah hati juo
Lah Masak padi Padang Magek
Lah manguniang ndeh lah tuan oi lah daun tuonyo
Tuang Tagamang lai bajawek Denai tagamang lah tuan ai yo ondeh lah jatuah sajo
Kalam bakabuik Bukik Kaluang
Tampak nan dari lah tuan oi ndeh lah Kampuang Lambah
Bapasan denai ka nan kanduang
Janji nan dulu lah tuan oi ondeh lah jan diubah
Kaparak batuang den sandakan
Kajalan urang lah tuan oi ondeh lah taniayo
Ka tuan untuang disandakan
Lah indak nan kontan lah tuan oi ondeh lah surang juo
ÂÂ
Ratok Solok
Nan singkarak jo Paniggahan
O nan ka pasa ka Sumani
Ka pasa ka Sumani
ulah dek rono tarang bulan
Palito nyala dipadami
Palito nyala dipadami
O nan kok ado janjang ka langik
Bialah dunia den tinggakan
Iduik nan banyak sansaronyo
Apo ka tenggang tukang jaik
Kok lai balabiah pangguntiangan
Siso dibaok rang nan punyo
Gadang-gadang kayu di rimbo
Sikaduduak da(h)nguang-mandanguang
Sikaduduak danguang-mandanguang
Kadang-kadang hati kok ibo
dima duduak si(h)nan bamanuang
Dima duduak sinan bamanuang
http://ukmitb.tripod.com/kesenian.htm
Carano online

Musik Tradisional Minangkabau Dari Masa Ke Masa

PENDAHULUAN
Suku bangsa Minangkabau sebagai salah satu kelompok budaya di Nusantara kita ini, memiliki berbagai ragam jenis musik tradisional yang hidup di tengah masyarakatnya. Apabila dilihat lebih jauh kondisi kehidupan musik tradisional tersebut sangat bervariasi, ada yang hidup berkembang sesuai dengan zamannya di tengah-tengah masyarakat pendukungnya dan juga diluar masyarakat pendukungnya, dan ada pula yang mengalami kemunduran, bahkan bisa dikatakan hampir mendekati kepunahan.

Melihat hal di atas maka dari itu diperlukan adanya usaha pelestarian dan pengembangan sehingga diharapkan musik tradisional itu tidak hilang dimakan masa dan tetap dapat hidup di era globalisasi sekarang ini. Akan tetapi walaupun ada kekhawatiran terhadap kondisi demikian, sesungguhnya secara politis, Minangkabau masih lebih baik dalam masalah usaha pewarisan seni budaya, karena di daerahtersebut terdapat beberapa
sekolah yang bergerak dalam pendidikan kesenian, seperti Sekolah Karawitan Indonesia
Padang, Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Padang dan Sekolah Tinggi Seni
Indonesia Padang Panjang.
Lembaga ini mempunyai program dalam usaha pewarisan, pelestarian dan pengembangan seni Minangkabau. Tetapi dalam tulisan ini penulis juga berusaha untuk memperkenalkan musik tradisional Minangkabau kepada pembaca dalam usaha pengembangan musik tradisional Minangkabau sebagai salah satu kekayaanbudaya nusantara.
Pengembangan musik tradisional yang cenderung mengarah kepada penyesuaian keperluan apresiasi masyarakat masa kini yang dinamis dan perilaku yang serba cepat, maka pertimbangan pengembangan musik tradisional mengarah pula kepada penempatan dinamika musikal sebagai dasar disain dramatik penggarapan musik itu sendiri. Pengembangan seperti di atas telah banyak dilakukan oleh para seniman Minangkabau,
yang mana para komponis-komponis itu menggarap konsep pengembangan musik
tradisional yang disesuaikan dengan keperluan seni pertunjukan.
Adanya pengembangan berarti dinamika sebuah garapan musik yang berdasarkan
kepada pengembangan musik tradisional telah membuka peluang terhadap beberapa jenis
musik tradisional yang mempunyai pola melodi ataupun ritme dinamis yang mendapat
tempat mengisi bahagian-bahagian dalam komposisi musik baru.
Pengembangan tersebut bertujuan menempatkan musik tradisional yang mewakili
masa lalu sehingga dapat hadir dalam kancah apresiasi masyarakat sekarang ini. Memang
menghadapi tantangan yang sangat sensitif bila suaut pengembangan yang dilakukan
terhadap musik tradisional mengakibatkan kemunduran dari nilai-nilai yang telah ada
sebelumnya. Menurut Edi Sedyawati (1990) dalam bukunya “Local Genius Dalam Seni”,
mengemukakan bahwa pengembangan musik tradisional Indonesia cenderung mempunyai konotasi kuantitatif daripada kualitatif, yaitu membesarkan volume penyajian, meluaskan wilayah penyajiannya dengan berpegang kepada mencari kemungkinan untuk mengolah dan memperbaharui wajah sebagai usaha pencapaian kualitatif (1981:50).
Jadi secara ideal yang patut dijaga dalam suatu usaha pengembangan musik tradisional terutama adalah prinsip-prinsip dasar dari suatu musik yang amat dibanggakan
oleh masyarakat pendukungnya, sehingga masyarakat pendukungnya itu tetap merasa
memiliki hasil pengembangan musik tersebut. Namun demikian perlu dibatasi persoalan
pengembangan musik tradisional ke ‘bentuk baru’ (kreatif) yang mendasari penggarapan
musiknya kepada kebebasan berekspresi melalui eksperimental. Dan diharapkan hasil
eksperimen itu bisa dan dapat mewakili sekelompok orang di zamannya.

PENGEMBANGAN DALAM KREATIVITAS KOMPOSISI MUSIK KREASI (MUSIK BARU)
Pengembangan musik tradisional dapat dibagi kedalam beberapa bentuk yang masing-masingnya mempunyai ciri tersendiri dan mempunyai masyarakat pemerhati/penikmat tertentu. Kreativitas itu dilakukan oleh pihak seniman atau komponis
yang non akademik dan juga kalangan akademik itu sendiri.
Pengembangan yang paling mudah kita jumpai yaitu dalam bentuk pengembangan
musik tradisional ke arah musik ‘pop daerah’ (popular) biasanya mengarah ke bentuk
komersial, seperti yang terjadi pada lagu-lagu pop daerah yang rata-rata hampir setiap
etnik di nusantara melakukannya. Kecenderungan yang terjadi dan yang menonjol dari
hasil pengembangan itu adalah orientasi ke bentuk komposisi musik pop Indonesia yang
mana melibatkan elemen-elemen musik barat.
Bentuk pengembangan seperti ini sudah cukup lama terjadi dan cukup banyak
pula penggemarnya. Apresiasi terhadap musik barat cukup mengakar khususnya di
Sumatera Barat dan umumnya di Indonesia, karena disebabkan mulai dari bangku
sekolah Taman Kanak-kanak sampai dengan Sekolah Menengah Umum (TK Kuntum
Mekar/SMUN II Bukit Tinggi) pada umumnya apresiasi musik barat telah diikuti oleh
murid-murid dalam mata pelajaran kesenian, maupun ekstra kurikuler. Kemudian faktor
lainnya lagi yaitu media elektronik seperti TV, Radio, dan lain lain senantiasa
memperdengarkan musik-musik pop yang pada dasarnya mengacu pada bentuk
komposisi musik barat.
Jadi wajar jika lagu-lagu pop daerah yang juga memakai elemen musik barat mudah dimengerti dan dinikmati. Yang masuk kategori lagu daerah di nusantara ini adalah antara lain :
- Ayam Den Lapeh (Minangkabau)
- Butet (Batak)
- Lancang Kuning (Melayu Riau)
- Jali-Jali (Betawi)
- Bubuy Bulan (Sunda)
- Rek Ayo Rek (Jawa Timur)
- Hela Rotane (Maluku)
- Jaje Nak Ee (Bali)
- Yamko Rambe Yamko (Papua)
Melalui kreativitas seniman, lagu-lagu daerah seperti di atas telah memakai iringan dengan alat musik yang pada umumnya pula berasal dari alat musik barat sehingga lagu-lagu daerah tersebut digolongkan kepada lagu pop daerah. Kalau dilihat lebih jauh instrumen musik sebagai pengiring lagu di atas sesuai pula dengan keperluan dan selera masyarakat di daerah seperti kecenderungan akhir-akhir ini mempergunakan Keyboard (organ) yang mempunyai kemampuan melahirkan berbagai macam bunyi bagaikan sebuah group band lengkap.
Di Minangkabau perkembangan musik pop daerah dewasa ini sudah sangat jauh memasuki dunia musik pop yang berkembang secara umum di Indonesia, bahkan dengan cepat telah memanfaatkan ciri-ciri trend musik dunia. Misalnya di Minangkabau bisa kita lihat musik pop daerahnya yang cukup populer masa kini seperti lagu Kutang Barendo yang berasal dari seni vokal tradisional dendang Minangkabau dengan iringan Saluang (end blown flute) dengan teknik sirkulasi tiupan. Bahkan tidak kalah lagi diantara lagu-lagu pop daerah yang berangkat dari musik dan lagu tradisi itu telah dikembangkan lagi dengan memasukkan unsur-unsur ‘rap’ kedalam komposisi musiknya. Memang mau tidak mau harus diakui bahwa lagu-lagu dengan memuat musik seperti di atas cukup laris terjual di Minangkabau Sumatera Barat dan sekitarnya.
Pengembangan musik tradisional ke arah musik kreasi baru cenderung dilakukan oleh seniman-seniman kreatif yang berlatar belakang pendidikan formal dan non formal.
Umumnya pengembangan berangkat dari musik tradisi salah satu etnik atau beberapa
etnik yang digarap berdasarkan konsep pribadi si seniman setelah memahami konsep-
konsep berbagai musik yang dilibatkannya kedalam komposisi musiknya.
Pengembangan musik tradisi semacam ini memberi kebebasan kepada si pencipta berkreasi dan tidak merasa dibebani oleh etika tradisional. Kebebasan itu memang dimanfaatkan oleh para seniman memperkenalkan lingkungannya, dan menyatakan diri sebagai seniman yang mewakili zamannya. Dalam cakrawala kreatifitas musik dengan kebebasan seperti di atas diperlukan sejauhmana masing-masing seniman mengenal dunia musikal dalam bentuk baru itu, sehingga mereka benar-benar mewakili zaman dan budaya kreatifitas seni di zaman kebebasan berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat ini.
Beberapa nama seniman yang dianggap cukup berhasil mengkomunikasikan karya komposisi musiknya yang berpegang pada musik tradisional dewasa ini di Minangkabau antara lain adalah : Muhammad Halim, Hanife, Elizar dan Hajizar

PERKEMBANGAN MUSIK TRADISIONAL MINANGKABAU DI LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL

Sebagai lembaga pendidikan kesenian formal di Sumatera Barat, Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padang Panjang telah melakukan pengembangan-pengembangan musik tradisional Minangkabau baik oleh mahasiswa maupun oleh staf pengajarnya.
Yang menjadi dasar titik tolak dalam pengembangan musik tradisional itu adalah kemampuan kreatif seseorang menciptakan sesuatu nilai musikal yang dianggap baru dan
dapat diterima masyarakat menjadi komposisi musik baru. Penciptaan itu berangkat dari
musik tradisional maka yang menjadi kerangka dasar garapan itu ialah sistem tradisi musik itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan pernyataan kreativitas berupa bentuk-bentuk baru membawa sistem tradisi musik tersebut dapat memasuki dan hidup dalam apresiasi masyarakat masa kini.
Apa yang dilakukan oleh seniman mutlak memerlukan inspirasi karena ia merupakan komponen daripada seni. Melalui bahan atau tema, dan motif yang diperoleh
dari inspirasi itu, seniman pencipta akan dapat menghadirkan pengalaman-pengalaman
komunikatif yang diyakini melalui ciptaannya (Hajizar, 1994:6).
Berdasarkan inspirasi yang bersumber dari pengalaman-pengalaman musikal, seorang seniman atau komponis melakukan pemilihan materi pengembangan yang secara sadar diyakininya dapat diterima oleh pendengar. Secara umum masyarakat masa kini cenderung mendengar musik yang dinamis. Inspirasi musikal dalam hubungannya dengan penciptaan musik baru biasanya dipunyai oleh para seniman musik dan itu tidak dapat diprogramkan di lembaga pendidikan formal karena bakt kesenimanan itu sudah menjadi bawaan atau karunia yang diperolehnya semenjak dari lahir. Kenyataan seperti itu bisa kita lihat di lembaga-lembaga pendidikan formal bahwasanya mata pelajaran yang berhubungan dengan komposisi musik yang diajarkan seperti yang tertera di kurikulum namun hasilnya mahasiswa yang berbakat juga yang dapat mampu menyelesaikan dengan baik tanpa banyak rintangan dan kendala.
Metode pengajaran komposisi musik yang diawali dengan mempelajari beberapa jenis musik tradisional memang menguntungkan bagi mahasiswa karena musik tradisional sebagai materi penggarapan secara keterampilan telah dikuasai mahasiswa sesuai dengan sejauhmana bakat yang menopang semangat belajarnya. Sedangkan pengalaman musikal secara umum (baik musik barat maupun musik kontemporer) diperoleh mereka melalui pengalaman diluar lembaga formal. Kemudian pengalaman itulah yang memberi “warna” dan kualitas terhadap sesuatu penciptaan musik baru atau kreasi.
Suatu karya kreativitas musik tentu memerlukan penikmat yang dapat berkomunikasi dengan karya tersebut, maka pertimbangan yang amat baik dipikirkan oleh seorang seniman atau komponis adalah penonton atau penikmat karya seni itu sehingga pemilihan terhadap kemungkinan pengembangan itu perlu penyesuaian dengan apresiasi penonton/penikmat (Murgiyanto, 1992:19).
Ada dua golongan pengembangan musik tradisional yang dilakukan oleh seniman-seniman yang ada di lembaga seni Minangkabau yaitu jenis komposisi musik dan jenis musik tari. Kedua jenis penggarapan musik itu sangat berbeda proses maupun teknik penggarapannya.
Komposisi musik ditujukan untuk penikmat yang hanya terfokus kepada bunyi walaupun kita sadar secara visual dalam pertunjukannya juga memunculkan pemain musik. Bagi musik tari atau musik pengiring tari (iringan tari), yang diutamakan adalah garapan tariannya. Kehadiran musik juga sangat menentukan dalam mengungkapkan ekspressi tarian tetapi sifatnya hanya sebagai pengiring tari, dan penggarapan musik dalam hal ini terikat dengan tradisional ke bentuk komposisi musik yang mempunyai beberapa konsepsi ideal, pengembangan beberapa musik tradisi yang dianggap dapat disatukan atas pertimbangan kemampuan seseorang dalam mencermati hubungan unsur-unsur musikal yang sebelumnya berada pada musik tradisi masing-masing untuk kemudian disatukan dalam bentuk baru. Beberapa hal yang dapat dicontohkan seperti hubungan itu dapat berupa penciptaan penyambungan dari satu bentuk atau bahagian musik tradisi ke bentuk/
bahagian musik tradisi lain. Namun demikian pengembangan atau perubahan-perubahan dari materi musik tradisional sebagai bahan pokok cenderung terjadi dengan tujuan menjadikan bahan tradisi tersebut lebih dinamis.
Dalam hal ini pengembangan atau perubahan-perubahan materi pokok itu biasanya dalam penggarapan tempo, ritem, melodi, dan dinamika karena pada musik tradisional cenderung dianggap “monoton” (statis). Tidak jarang pula pengembangan itu terjadi dalam pemakaian alat-alat musik yang sama dengan tujuan memberi kekuatan dinamika dan estetika.
Penyatuan dua atau beberapa bentuk musik tradisi dapat pula dilakukan berupa
penggabungan musik itu dalam waktu yang sama atau bersamaan. Pemahaman dan kejelian si komponis menggarap masing-masing sistem musik tradisi dalam penyusunan musik atas dasar penggabungan itu amat penting, sebab kesatuan unit masing-masing tradisi telah mempunyai nuansa sendiri. Jadi, dalam penggabungannya tentu identifikasi
masing-masing tradisi tetap hadir dan tertangkap oleh perasaan pendengar tanpa harus
“menghilangkan” satu diantaranya sehingga dapat dikenal dua atau beberapa musik
tradisi berada dalam bentuk penggabungan. Hasil dari penggabungan itu, disamping rasa
masing-masing tradisi tertangkap, juga memunculkan rasa musikal yang baru secara keseluruhan.
Dibandingkan antara pengembangan musik tradisional dalam komposisi musik baru dengan persoalan pengembangan musik tradisional dalam iringan tari (musik tari) yang sangat terikat dengan keperluan tari, maka terasa peluang kebebasan kreatif dalam menciptakan komposisi musik baru cukup banyak. Oleh sebab itu, seniman yang bergerak dalam kreativitas komposisi musik baru berpeluang menjaring ‘trend’ komposisi musik baru dunia untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam proses penciptaan.
Bagi mahasiswa yang sedang belajar komposisi musik, pada kesempatan-kesempatan
tertentu diberikan apresiasi terhadap perkembangan komposisi musik baru yang dianggap
telah mendunia.
Musik tari yang berpegang kepada prinsip tari tidak selalu ketat dalam aturan-aturan yang dikehendaki koreografer, persoalannya seorang koreografer belum tentu memahami musik sama dengan seorang komponis memahami musiknya dalam sebuah tari. Seringkali seorang koreografer hanya memberikan pola dasar musik iringan tarinya, sedangkan untuk menyusun menjadi komposisi musik iringan tari yang utuh atau sempurna diberikan kepada komponis. Jadi, dalam keterikatannya dengan tari sebenarnya masih ada pilihan-pilihan bentuk garapan musik yang diserahkan kepada komponis mengolahnya walaupun tetap terikat dalam hubungan yang mutlak dengan tari seperti ketentuan dalam mengiringi ritme tari atas kehendak koreografer.
Di lembaga-lembaga pendidikan formal antara lain SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) yang ada di Minangkabau, suatu karya tari yang diciptakan oleh siswa/ mahasiswa atau staf pengajar bidang tari, pada umumnya menyerahkan penggarapan musik iringan tarinya kepada siswa atau mahasiswa atau staf pengajar pada bidang (jurusan) karawitan (musik tradisional). Hanya beberapa orang saja dari koreografer tari yang mampu memberikan konsep musik iringannya sebagai dasar garapan musik tari. Biasanya yang terjadi antara koreografer dengan komponis ketika berproses menciptakan sebuah tari adalah kerjasama didalam kegiatan prosesi itu.
Komunikasi diantara keduanya terjadi setelah sama-sama berhadapan dengan objek atau
proses penggarapan tari dan berdialog tentang perihal penggarapan itu. Hasil yang maksimal secara ideal pada umumnya terjadi bila koreografer bersifat kritis terhadap
musik sehingga musik iringan yang digarap oleh komponis itu benar-benar seperti yang
dibayangkan oleh koreografer.
Kemudian perkembangan itu berlanjut pada tahun-tahun akhir 1980-an, lembaga-lembaga seni ini menemukan bentuk garapan baru yaitu penggabungan antara musik barat dengan musik tradisional. Komposisi musik penggabungan dua tradisi yang berbeda itu dilakukan oleh kerjasama antara siswa/mahasiswa dan staf pengajar bidang (jurusan) karawitan dengan siswa/mahasiswa dan staf pengajar jurusan musik (musik barat). Pada dasarnya kerjasama itu cenderung dalam praktek musik dan bukan dalam melahirkan konsep, sebab kehadiran musik tradisional berada di dalam kerangka komposisi musik barat (orkes simponi). Sebagaimana yang diketahui bahwa konsep komposisi musik barat telah diatur sedemikian rupa berdasarkan teori yang telah baku, sedangkan musik tradisional mempunyai sistem yang amat berbeda dengan teori musik barat. Jadi, usaha yang dilakukan berupa mencari titik-titik temu yang hasilnya tidak menyalahi secara total
prinsip bangunan komposisik musik barat dan musik tradisional itu sendiri. Beberapa komponis yang telah melakukan hal di atas seperti :
- Muhammad Iklas
- Nedi Erman
- Marta Roza
- Rizaldi
- Mahdi Bahar Junaidi
- Dan lain lain

KESIMPULAN
Berdasarkan urian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan musik tradisional dilakukan oleh seniman-seniman kreatif bertujuan agar musik tradisional itu dapat menempatkan keberadaannya di cakrawala apresiasi masyarakat masa kini. Hasil kreativitas musik yang dalam tulisan ini disebut “Komposisi Musik Kreasi” dilakukan oleh seniman-seniman akademik dan non akademik.
Seniman-seniman akademik cenderung memilih pengembangan musik tradisional ke bentuk komposisi musik baru (kreasi) berdasarkan pendidikan formal yang diperolehnya dan diikuti oleh bakat. Sedangkan seniman lain atau non akademik berkembang atas dasar pengalaman.
Pada lembaga-lembaga pendidikan kesenian telah banyak melakukan pengembangan musik tradisional ke dalam tiga golongan, masing-masing :
1. Pengembangan ke dalam jenis komposisi musik baru (kreasi) yaitu musik tradisi (kompsisi karawitan).
2. Komposisi musik tari atau iringan tari.
3. Pengembangan kedalam komposisi musik barat.
Pengembangan musik tradisional perlu dilakukan, terutama dalam menghadapi masa depan yang amat berpengaruh menggeser keberadaan musik tradisional itu sendiri dari apresiasi masyarakatnya. Sehingga memungkinkan ia tidak berfungsi lagi dan tentu akan lenyap dari muka bumi ini.

Arti Penting Pendidikan Tinggi Menurut Agama Dan Budaya Minangkabau

Visi Misi Pendidikan Indonesia ;
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan Suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. (UUD-45)
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”, dan
"Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab, serta
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
(UU No. 20 th 2003, Sistem Pendidikan Nasional)

MUKADDIMAH
Sudah lama kita mendengar ungkapan, “jadilah kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya ('aaliman), atau belajar (muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an), dan jangan menjadi kelompok keempat (rabi'an), yakni tidak tersentuh proses belajar mengajar dan enggan pula untuk mendengar. Pendidikan dan menuntut ilmu adalah satu kewajiban asasi anak manusia.
Bimbingan agama menyebutkan, “menuntut ilmu adalah wajib, bagi setiap lelaki dan perempuan muslim” (Al-Hadist). Dan pesan Rasul SAW juga mengingatkan, “siapa yang inginkan mendapat keberhasilan di dunia, hanya didapat dengan ilmu, dan siapa yang inginkan akhirat juga dengan ilmu, dan siapa yang inginkan keduanya juga dengan ilmu” (Al-Hadist). Dengan ilmu, seseorang akan mengabdikan kehidupannya dengan ikhlas, cerdas dan pintar, berilmu dan berakhlak, serta beramal shaleh dengan ilmunya yang menjelmakan hasanah pada diri, kerluarga, dan di tengah umat di kelilingnya.
FENOMENA GLOBAL YANG MENCEMASKAN
Di tengah kehidupan kini, tampak ada satu fenomena mencemaskan. Infiltrasi budaya asing terasa berat menghimpit. Pengaruhnya tampak kepada perubahan perilaku masyarakat. Pengagungan kekuatan materi (materialistic) secara berlebihan, sangat kentara. Kecenderungan memisah kehidupan duniawi dari supremasi agama (sekularistik) mulai menjadi-jadi. Pemujaan kesenangan indera, mengejar kenikmatan badani (hedonistik), mulai susah menghindari. Secara hakiki, perilaku umat menjauh dari nilai-nilai budaya luhur.
Di Minangkabau, kaedah-kaedah – adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah -, mulai terabaikan. Keadaan makin diperparah, dengan kemalasan menambah ilmu, dan enggan berprestasi. Akhirnya, rela atau tidak, situasi tersebut telah ikut mengundang maraknya kriminalitas, sadisme, dan krisis secara meluas.
Paradigma giat merantau dalam menuntut ilmu , telah bergeser kepada semata menumpuk materi, mengabaikan ilmu dan keterampilan. Akibatnya, tumbuh ketidakberdayaan generasi. Ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan lemahnya minat menyerap informasi dan komunikasi. Kondisi ini telah menjadi penghalang pencapaian keberhasilan di segala bidang. Hilang network, menjadi titik lemah penilaian terhadap generasi bangsa.
Tantangan berat dapat diatasi dengan kejelian menangkap peluang. Memacu peningkatan kualitas diri, mendorong ke proses pembelajaran terpadu (integrated). Memacu diri memasuki pendidikan di tingkat perguruan tinggi, dan pengamalan contoh baik (uswah) dari akhlak agama (syari’at, etika religi), serta nilai luhur adat istiadat Minangkabau.

MENGHADAPI ARUS KESEJAGATAN
Arus kesejagatan (globalisasi) yang deras secara dinamik perlu dihadapi dengan penyesuaian-penyesuaian. Artinya, arus kesejagatan tidak boleh mencabut generasi dari akar budaya bangsanya.
Arus kesejagatan (globalisasi) mesti dirancang untuk dapat ditolak mana yang tidak sesuai, dan dipakai mana yang baik. Tidak boleh ada kelalaian dan berpangku tangan di tengah mobilitas serba cepat, dan modern. Persaingan tajam kompetitif, tidak dapat dielakkan, ketika laju informasi dan komunikasi efektif tanpa batas.
Pertanyaannya, apakah kini siap menghadapi perubahan cepat penuh tantangan?. Tanpa kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas, lulusan perguruan tinggi, yang berani menerapkan ilmu, dengan kekuatan budaya, teguh (istiqamah) beragama, maka terjangan globalisasi itu, amat sulit dihadapi. Karenanya, semua elemen dalam masyarakat harus mampu bersaing dalam tantangan sosial budaya, ekonomi, politik di era ini. Globalisasi akan mengait ke semua aspek kehidupan manusia. Salah satunya, melalui penguasaan iptek, ICT dan akhlak yang teguh.

HILANGNYA AKHLAK MENJADIKAN SDM LEMAH
Perilaku individu dan masyarakat, selalu menjadi ukuran tingkatan moral dan akhlak. Hilang kendali menjadi salah satu penyebab lemahnya ketahanan bangsa. Lantaran rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan.
Hapusnya panutan, lemahnya peran tokoh, dan pemangku adat dalam mengawal budaya syarak, serta pupusnya wibawa keilmuan di dalam mengamalkan syariat agama Islam, selama ini, telah memperlemah daya saing anak nagari.
Lemahnya tanggung jawab masyarakat, juga berdampak kepada tindak kejahatan yang meruyak secara meluas. Interaksi nilai budaya asing yang bergerak kencang, telah ikut melumpuhkan kekuatan budaya luhur di nagari Dalam struktur kekerabatan, terasalah pagar adat budaya mulai melemah. Fungsi lembaga pendidikan mulai bergeser ke bisnis. Dan, generasi mulai malas menambah ilmu.
Hilang keseimbangan telah mendatangkan frustrasi sosial yang parah. Tatanan masyarakat berhadapan dengan berbagai kemelut. Krisis nilai ikut menggeser akhlak Tanggungjawab moral sosial mengarah ke tidak acuh (permisiveness).
Perilaku maksiat, aniaya dan durjana, mulai payah membendung. Pergaulah di tengah kehidupan juga mengalami gesekan-gesekan. Dalam menerapkan ukuran nilai, terjadi pula pergeseran tajam. Ini amat membahayakan. Krisis kridebilitas dan "erosi kepercayaan" jadi sulit dihindari. Peran orang tua, di mimbar kehidupan juga mengalami kegoncangan wibawa.
Membiarkan terbawa arus deras perubahan sejagat tanpa memperhitungkan jati diri, telah menyisakan malapetaka budaya. Bahaya mengancam ketika lemahnya jati diri. Keadaan ini terjadi karena kurang komitmen kepada nilai luhur, nilai agama (syarak), yang sejak lama sesungguhnya telah menjadi anutan bangsa.
Lemahnya jati diri dipertajam tindakan isolasi diri, dan tidak mampu menguasai “bahasa dunia” dalam politik dan ekonomi, paham agama dan tatanan social, serta budaya. Generasi bangsa mulai di jajah budaya asing di negerinya sendiri. Tertutuplah peluang peran-serta dalam kesejagatan. Hilangnya percaya diri, lebih banyak disebabkan oleh,

a. Lemah penguasaan teknologi dasar penopang perekonomian bangsa,
b. Lemah minat menuntut ilmu.

Kesenjangan sosial dan kemiskinan telah mempersempit peluang pendidikan dan kesempatan mendapatkan pekerjaan secara merata. Idealisme generasi muda tentang masa depan mulai kabur. Berawal dari terseoknya perjalanan budaya (adat) dengan mengabaikan nilai agama (syarak). Penyakit sosial yang kronis, mulai menggerogoti sendi-sendi kehidupan, di antaranya kegemaran berkorupsi. Lemahnya syarak (aqidah tauhid) di tengah mesyarakat menjadi cerminan perilaku yang tidak Islami. Umat mulai senang melalaikan ibadah.

MENGOPTIMALISASIKAN PERAN RUMAH TANGGA
Jati diri bangsa dibentuk oleh kuatnya peranan ibu bapa di rumah tangga, yang menjadi kekuatan inti dalam masyarakat. Semangat dan dorongan cita-cita besar, kekayaan kearifan, dimulai menanam di persemaian rumah tangga (extended family). Kedalaman pengertian dan pengamalan perilaku beradat dan beragama, kejelian melihat perubahan situasi – alun bakilek alah ta kalam -, mendorong minat lebih kuat untuk meraih pendidikan tinggi.
Untuk itu, perlu di dahulukan nelakukan ;

  1. penguatan lembaga keluarga (extended family),
  2. pemeranan peran serta masyarakat secara pro aktif, “singkek ba uleh, Kurang ba tukuak”
  3. peneguhan komitmen menjaga perilaku hidup beradat berbudaya.

Setiap generasi yang lahir di satu rumpun bangsa (daerah) wajib dijadikan ;

  1. Kekuatan yang peduli dan pro-aktif dalam menopang pembangunan bangsa.
  2. Kekuatan mewujudkan kesejahteraan yang adil merata dalam program-program pembangunan.
  3. Sadar akan manfaat menjadi penggerak pembangunan dengan jelas berkesinambungan, menggerakkan partisipasi yang tumbuh dari bawah dan di payung dari atas. Setiap individu di dorong untuk maju, rasa aman yang menjamin kesejahteraan.
  4. Generasi penerus yang sadar dan taat hukum.

Upaya ini dapat dilakukan dengan memulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga, melalui pemeranan orang tua, ibu bapak, ninik mamak, unsur masyarakat dalam kekerabatan adat Minangkabau, yang lebih efektif.

GENERASI PENYUMBANG
Membentuk generasi penyumbang (innovator) dalam bidang pemikiran (aqliyah) harus menjadi sasaran utama. Keberhasilan didapat dengan keunggulan institusi di bidang pendidikan. Pendidikan ditujukan untuk membentuk generasi yang menguasai pengetahuan, dengan kemampuan identifikasi masalah yang dihadapi, mengarah kepada kaderisasi, dengan penswadayaan kesempatan-kesempatan yang ada.
Generasi baru mesti dibentuk melalui perguruan tinggi (ma’had al ‘aliy), dengan kemampuan mampu mencipta, sebagai syarat utama keunggulan. Kekuatan budaya dalam masyarakat akan menyatukan semua potensi yang ada. Generasi muda berilmu harus menjadi aktor utama di pentas kesejagatan. Mereka mesti dibina dengan budaya kuat yang berintikan "nilai-nilai dinamik" dan relevan dalam kemajuan di masa ini. Mesti memiliki budaya luhur (tamaddun), bertauhid, kreatif dan dinamik.

PENDIDIKAN DENGAN PENGUATAN NILAI BUDAYA (TAMADDUN)
Masyarakat maju yang tamaddun, adalah masyarakat berbudaya dan berakhlaq. Akhlaq adalah melaksanakan ajaran agama (Islam). Memerankan nilai-nilai tamaddun -- agama dan adat budaya -- di dalam tatanan kehidupan masyarakat, menjadi landasan kokoh meletakkan dasar pengkaderan (re-generasi).
Pengkaderan melalui strategi pendidikan mesti berasas akidah agama (Islam) yang jelas tujuannya. Membuat generasi dengan tasawwur (world view) yang integratik dan umatik, sifatnya bermanfaat untuk semua, terbuka dan transparan.
Generasi bangsa dapat berkembang dengan pendidikan akhlak, budi pekerti dan penguasaan ilmu pengetahuan. Akhlak karimah adalah tujuan sebenar dari proses pendidikan. Akhlak adalah wadah diri menerima ilmu-ilmu yang benar, membimbing umat ke arah amal karya, kreasi, inovasi, motivasi yang shaleh. Sesungguhnya akhlak adalah jiwa pendidikan, inti ajaran agama, buah dari keimanan.
Apabila sains dipisah dari aqidah syariah dan akhlak, akan lahirlah saintis tak bermoral agama, dengan ilmunya banyak, tetapi imannya tipis, dengan kepedulian di tengah bermasyarakat sangat sedikit. Ilmu tanpa agama lebih menjauhkan kesadaran tanggung jawab akan hak dan kewajiban asasi individu secara amanah, sebagai nilai puncak budaya Islami yang sahih.
Sikap penyayang dan adil, mengikat hubungan harmonis dengan lingkungan, ulayat, dan ekosistim, menjadi lebih indah dan sempurna. Sesuatu akan selalu indah selama benar. Budaya berakhlak mulia adalah wahana kebangkitan bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan budayanya. Memperkaya warisan budaya dengan aqidah tauhid, istiqamah pada syari’at agama Islam, akan menularkan ilmu pengetahuan yang segar, dengan tradisi luhur.

MEMBENTUK SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS
Kita wajib membentuk sumber daya umat (SDU) yang berciri kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul ringan sejinjing, atau prinsip ta'awunitas. Beberapa model dapat dikembangkan di kalangan generasi masa depan. Antara lain, pemurnian wawasan fikir disertai kekuatan zikir, penajaman visi, melalui melalui gerakan pendidikan tinggi.
Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus di dalam membentuk SDM, maka di samping kurikulum ilmu terpadu dan holistik, perlu dirancang kualita murabbi yang sedari awal dibina terpadu, dengan metodologis berasas tamaddun yang holistik. Kekuatan hubungan ruhaniyah (spiritual emosional) berasas iman dan taqwa akan memberikan ketahanan bagi umat.
Hubungan ruhaniyah ini akan lebih lama bertahan daripada hubungan struktural fungsional. Maka, perlu domein ruhiyah itu dibangun dengan sungguh-sungguh.

MENGUATKAN LEMBAGA PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan secara sederhana adalah membina anak didik agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baik sehingga sanggup menghadapi tantangan hidupnya di masa yang akan datang dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Pada saat ini lembaga pendidikan kita belum dapat menghasilkan apa yang diharapkan karena proses pendidikan belum berjalan dengan benar. Di antaranya ;

  • Pendidikan terlalu akademis, kurang menghubungkannya dengan kenyataan dalam kehidupan.
  • Pendidikan masih saja menekankan pada jumlah informasi yang dapat dihafal, bukan bagaimana menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
  • Pendidikan kurang menekankan pada berfikir kritis dan kreatif.
  • Pendidikan kurang memberi tekanan pada pembentukan nilai dan sikap yang mencerminkan agama dan budaya serta etos kerja yang baik.
  • Orientasi pendidikan pada lulus ujian dan ijazah, bukan pada kemampuan nyata yang dimiliki.

Longgarnya evaluasi belajar telah menimbulkan dampak negatif yakni kurang terdorong anak didik untuk belajar serius, karena mudah lulus walau kurang belajar.
Perlu ada kepastian pemerintah di daerah, dengan satu political action yang mendorong pengamalan ajaran Agama (syarak) Islam, melalui jalur pendidikan formal dan non-formal. Political will ini sangat menentukan dalam membentuk generasi masa datang yang kuat. Beberapa langkah nyata dapat ditempuh ;

  • Memperbaiki proses belajar mengajar sehingga tekanan tidak lagi hanya pada penguasaan jumlah informasi, tetapi bagaimana mencari dan mengolah informasi secara kritis dan kreatif, pembentukan kepribadian dan sikap yang baik.
  • Sekolah perlu memiliki perpustakaan yang menyediakan sumber belajar yang lengkap untuk memperluas wawasan siswa dan tidak mencukupkan hanya pada buku teks.
  • Keberhasilan sekolah di ukur dari kemampuan siswanya memenuhi standar
  • Dorong sekolah untuk bersaing secara sehat dengan mengutamakan mutu.
  • Perlu pembudayaan nilai-nilai budaya Minangkabau yang berakar ke Islam dalam keseharian di sekolah oleh seluruh warga tanpa kecuali.


Pemerintah daerah perlu mengontrol pertumbuhan sekolah swasta melalui penetapan standar yang ketat. Sosialisasi pengetatan standar mutu sekolah-sekolah secara terus menerus, mesti dilakukan secara konsisten.
Mengembangkan keteladanan (uswah hasanah) dengan sabar, benar, dan memupuk rasa kasih sayang melalui pengamalan warisan spiritual religi Menguatkan solidaritas beralaskan iman dan adat istiadat luhur. “nan kuriak kundi nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”.

MEMBANGUN SAHSIAH GENERASI
Generasi bangsa mesti hidup mempunyai sahsiah (شخصية) yang baik. Sahsiah atau keperibadian terpuji melukiskan sifat yang mencakup gaya hidup, kepercayaan, kesadaran beragama dan harapan, nilai, motivasi, pemikiran, perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat, sikap dan watak, akan mampu menghadirkan kesan positif dalam masyarakat bangsa dan Negara.
Faktor kepribadian tetap diperlukan dalam proses pematangan perilaku yang mencerminkan watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial dan rohani seseorang. Ciri kepribadian yang mesti ditanamkan merangkum sifat-sifat,

1. Sifat Ruhaniah dan Akidah, mencakup ;

a. keimanan yang kental kepada Allah yang Maha Sempurna,
b. keyakinan mendalam terhadap hari akhirat, dan
c. kepercayaan kepada seluruh asas keimanan (arkan al iman) yang lain.

2. Sifat-Sifat Akhlak, tampak di dalam perilaku;

a. Benar, jujur, menepati janji dan amanah.
b. Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan,
c. Tawadhu’, sabar, tabah dan cekatan,
d. Lapang dada – hilm --, pemaaf dan toleransi.
e. Bersikap ramah, pemurah, zuhud dan berani bertindak.

3. Sifat Mental, Kejiwaan dan Jasmani, meliputi,

3.1. Sikap Mental,

a. Cerdas teori, amali, dan sosial, menguasai hal takhassus,
b. Mencintai bidang akliah yang sehat, fasih, bijak penyampaian.
c. Mengenali ciri, watak, kecenderungan masyarakat Nagari

3.2. Sifat Kejiwaan,


a. emosi terkendali, optimis dalam hidup, harap kepada Allah,
b. Percaya diri dan mempunyai kemauan yang kuat.
c. Lemah lembut dan baik dalam pergaulan dengan masyarakat.

3.3. Sifat Fisik,

a. sehat tubuh,
b. berpembawaan menarik, bersih, rapi (kemas)
c. penampilan watak menyejukkan.

Semua sikap utama itu dapat dibentuk melalui pendidikan, dan mengamalkan agama dengan benar, dan tidak menyimpang dari ruh syari’at.
Maknanya, dengan pendidikan tinggi, generasi bangsa mampu melakukan strukturisasi ruhaniyah dalam upaya membuat generasi yang bertanggung jawab.

MENETAPKAN LANGKAH KE DEPAN
Pembinaan generasi muda yang akan mewarisi pimpinan berkualitas wajib mempunyai jati diri, padu dan lasak, integreted inovatif. Langkah yang dapat dilakukan adalah mengasaskan agama dan akhlak mulia sebagai dasar pembinaan.
Langkah drastik berikutnya mencetak ilmuan beriman taqwa seiring dengan pembinaan minat dan wawasan untuk mewujudkan delapan tanggung jawab hidup;

  1. Tanggungjawab terhadap Allah, dengan iman kukuh, dan ibadah istiqamah.
  2. Tanggungjawab terhadap Diri, baik dari aspek fisik, emosional, mental maupun moral, dan mampu berkhidmat kepada Allah, masyarakat dan negara.
  3. Tanggungjawab terhadap Ilmu, menguasai ilmu mendalam dan menelusuri dimensi spiritualitas Islam dalam ilmu pengetahuan untuk tujuan kesejahteraan manusia.
  4. Tanggungjawab terhadap Profesi, yang selalu menjaga kepercayaan dan memelihara maruah diri dengan amanah.
  5. Tanggungjawab terhadap Nagari, menjaga keselamatan anak Nagari dengan ikhlas.
  6. Tangungjawab Terhadap Sejawat, menghindari tindakan yang mencemarkan, dan selalu menjaga kemajuan bersama karena Allah.
  7. Tanggungjawab terhadap Bangsa dan Negara, menjaga kerukunan dalam syari’at Allah.
  8. Tanggung jawab kepada Rumah Tangga dan Ibu Bapa, mewujudkan hubungan mesra dan kerjasama yang erat di antara institusi pendidikan dengan rumahtangga.

Generasi muda ke depan mesti menyatukan akidah, budaya dan bahasa bangsa, untuk dapat mewujudkan masyarakat maju, berteras keadilan sosial yang terang.
Strategi pendidikan maju, dan berperadaban, menjadi satu nikmat yang wajib dipelihara, agar selalu bertambah.

KESIMPULANNYA ;
Ajaran tauhid mengajarkan, agar kita senantiasa menguatkan hati dengan iman dan taqwa, serta berperilaku dengan akhlak mulia. Ketahuilah, bahwa Allah selalu beserta orang yang beriman.
Dengan bermodal keyakinan tauhid ini, generasi terpelajar mesti bangkit dengan pasti dan sikap yang positif.
a. Menjadi sumber kekuatan dalam proses pembangunan
b. Menggerakkan integrasi aktif,
c. Menjadi subjek dan penggerak pembangunan nagari dan daerahnya sendiri.
Sebagai penutup, mari kita lihat perubahan di tengah arus globalisasi ini sebagai satu ujian, yang mendorong kita untuk selalu dapat berbuat lebih baik.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا َكثُرَتْ ذُنُوْبُ الْعَبْدِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ مَا يُكَفِّرُهَا مِنَ العَمَلِ ابْتَلاَهُ الله عَزَّ وَ جَلَّ بِالْحُزْنِ لِيُكَفِّرَهَا عَنْهُ (رواه أحمد)
Jika dosa manusia sudah terlalu banyak, sementara tidak ada lagi amal yang bisa menghapuskannya. Maka Allah SWT menguji mereka dengan berbagai kesedihan, supaya dosa-dosa mereka terhapus. (HR. Ahmad [24077].
Ketika bangsa ini sedang meniti cobaan demi cobaan, di tengah arus kesejagatan yang melanda, mari tanamkan keyakinan kuat, bahwa di balik itu semua, pasti ada tangan kekuasaan Allah SWT, yang sedang merancang sesuatu yang lebih baik untuk kita, sesudahnya ……. , (inna ma'al 'ushry yusraa).
Sebagai bangsa kita mesti sadar bahwa apapun yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak dan izin Allah Yang Maha Kuasa.
Maka sikap terbaik dalam menghadapi ujian demi ujian ini, adalah sabar pada terpaan awal kejadian dengan ridha.
Mari kita tingkatkan kekuatan iman dan taqwa.
Amalkan akhlak mulia sesuai adat istiadat bersendi syarak.
Jaga ibadah dengan teratur, dan menguatkan diri sambil berdoa ;
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الرِّضَى بَعْدَ القَضَى
“Duhai Allah, hamba mohon kepada-Mu sikap ridha dalam menerima ketentuan-Mu”

Semoga Allah memberi kekuatan memelihara amanah bangsa ini dan senantiasa mendapatkan redha-Nya.
A m i n.


Bukittinggi , 22 Maret 2008.

Catatan Akhir
“Karatau madang di ulu, babuah babungo balun, marantaulah buyuang dahulu, dek di rumah paguno balun.” Dan pelajaran yang berisi, “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang kemudian”, telah mulai hilang, sehingga generasi sekarang tumbuh menjadi generasi instant yang malas. Satu kekayaan merantau, di bawah tahun 1970-an, umumnya generasi Minang merantau untuk menuntut ilmu dengan kerja sambilan berdagang, agar terbentuk peribadi mandiri yang tidak memberati orang lain. Sekarang, kondisi seperti itu, menurun tajam.
Pepatah Arab meyebutkan لا تنه عن خلق وتأتي مثله عار عليك اذا فعلت عظيم artinya, Jangan lakukan perbuatan yang anda tegah, karena perbuatan demikian aibnya amatlah parah.
Lihat QS.3:145 dan 148, lihat juga QS.4:134, dan bandingkan QS.28:80.
Lihat QS.30:41
Melemahnya jati diri tersebab lupa kepada Allah atau hilangnya aqidah tauhid, lihat QS.9:67, lihat juga QS:59:19.
Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan menyampaikan peringatan kepada umat supaya dapat menjaga diri (antisipatif).
Lihat QS.66:6 bandingkan dengan QS.5:105.
Lihat QS.4:58, selanjutnya dasar equiti (keadilan) adalah bukti ketaqwaan (QS.5:8)
QS.3:139 menyiratkan optimisme besar untuk penguasaan masa depan. Masa depan – al akhirah – ditentukan oleh aktifitas amaliyah (QS.6:135) bandingkan dengan QS.11:93 dan QS.11:121, bahwa kemuliaan (darjah) sesuai dengan sumbangan hasil usaha.
Lihat QS.9:105, amaliyah khairiyah akan menjadi bukti ditengah kehidupan manusia (dunia).
Lihat QS.4:9, mengingatkan penanaman budaya taqwa dan perkataan (perbuatan) benar.
Syakhshiyah didifinisikan sebagai organisasi dinamik sesuatu sistem psyikofisikal di dalam diri seorang yang menentukan tingkah laku dan fikirannya yang khusus. Sistem psyikofisikal merangkum segala unsur-unsur psikologi seperti tabiat, sikap, nilai, kepercayaan dan emosi, bersama dengan unsur-unsur fisikal seperti bentuk tubuh, saraf, kelenjar, wajah dan gerak gerik seseorang (G.W Allport, dalam ”Pattern and Growth in Personality”, lihat juga, Mok Soon Sang, 1994:1).
Syakhshiyah mempunyai tiga ciri keunikan dengan arti kebolehan atau kemampuan untuk berubah dan di ubah; sebagai hasil pembelajaran atau pengalaman dan organisasi. Maka syakhshiyah bukan sekadar himpunan tingkahlaku, tetapi melibatkan corak tindakan dan operasi yang bersifat konsisten.
“wa man yattaqillaha yaj’allahuu makhrajan”(QS.65:2-3) Lihat pula QS.3:160, dan QS.47:7.
Berkata Imam al-Mundziri, rawi-rawinya terpercaya, lihat Kanzul Ummal Imam al-Hindi, nomor: 6787, Faidhul Qadir Imam al-Manawi nomor hadits: 838)
Dalam riwayat Imam Ahmad dilaporkan, bahwa ridha terhadap qadha’, tawakkal setelah berusaha, syukur menghadapi nikmat, dan sabar atas bala’ (mushibah) adalah tuntunan para Nabi (Syara’a man qablana) yang tetap dipelihara oleh Islam dan selalu ditekankan oleh Rasulullah SAW dalam setiap tindakan keseharian.